Saturday, April 15, 2017

hama tebu laporan

PENDAHULUAN



Latar Belakang
Pada praktikum  ini kita akan menggenal tenatang hama pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang saat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan baku  pembuatan gula. Kebutuhan gula di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan belum mampu dipenuhi hingga saat ini. Salah satu kendala dalam budidaya tebu adalah adanya serangan berbagai jenis hama disepanjang pertumbuhan tanaman.

Serangan hama pada tanaman tebu merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas. Besarnya kerugian akibat hama sangat tergantung pada: Serangan hama yang meliputi jenis hama, tingkat dan luas serangan serta stadia serangga, Tanaman terserang yang meliputi varietas, umur dan kesehatan tanaman, dan faktor lingkungan antara lain  iklim, ketesediaan musuh alami dan kesuburan tanah.

Oleh karena itu sering terjadi tindakan pengendalian yang efektif, Pengendalian dialakukan dengan  penggunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam dan penggunaan insektisida dengan alasan bahwa insektisida dapat secepatnya menurunkan populasi hama. Penggunaan pestisida secara terus-menerus justru mengkibatkan hama menjadi resisten, resugensi hama sasaran, terbunuhnya musuh alami bahkan residu pada tanaman, tanah bahkan pencemaran air tanah. sebaliknya pengelolaan hama yang bijaksana dapat memberikan kontribusi yang besar dalam menekan populasi hama hingga dibawah ambang ekonomi.


Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini adalah

1.Mengetahui morfologi hama tanaman tebu
2. Mengetahui gejala-gejala kerusakan pada hama tanaman tebu
3. Mengetahui cara pengendalian hama tanaman tebu























METODOLOGI PERCOBAAN


Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah cawan petri, kamera,hvs, dan pulpen. Bahan yang digunakan Penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella), Penggerek batang tebu (Chilo auricillus), Tetrastichus inferens, Rochonotus sp., Corcyra cephalonica, Cotesia sp.

Prosedur

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan praktikum yaitu;
Diamati spesimen yang ada
 Dicatat pembahasan nya
Diphoto spesimen yang ada.












3.2.Pembahasan
3.2.1. Penggerek pucuk tebu(Scirpophaga nivella)
Kerajaan          : Animalia
Filum  
            : Arthropoda
Kelas  
            : Insecta
Bangsa
                        : Lepidoptera
Suku   
            : Pyralidea
Marga 
            : Scirpophaga
Jenis 
               : Scirpophaga nivella    
Mekanisme serangan

Larva yang berwarna putih kekuningan membuat lubang gerekan melintang, menyebabkan beberapa lubang pada helaian daun,  membuat lorong gerek di ibu tulang daun dan lubang keluar ngengat dengan lorong gerek lurus ke atas.
Tanaman yang terserang akan  menunjukan  bentuk yang tidak teratur dan terlihat menguning  pada beberapa bagian daun yang terserang.
Ulat lama-kelamaan akan menyerang pada titik tumbuh dan melanjutkan membuat terowongan pada batang utama pada tanaman tebu yang terserang tersebut.
Serangan penggerek menyebabkan mati puser pada tanaman muda dan tua. Tanda serangan hama penggerek ini terlihat dari aktivitas ulat pada helaian daun karena serangannya lebih banyak menyerang pada bagian daun dibandingkan dengan bagian batang(Suryana, A., 2007).

Gejala
Helai daun terdapat lubang melintang dan ibu tulang daun terlihat bekas gerekan berwarna coklat. Daun yang terserang akan menggulung dan kering yang disebut Mati Puser.  Apabila batang dibelah maka akan kelihatan lorong gerekan dari titik tumbuh ke bawah kemudian mendekati permukaan batang dan sering menembus batang. Oleh karena itu serangan penggerek pucuk dapat menyebabkan kematian. Pada ruas batang yang muda yaitu di bawah titik tumbuh terlepas lubang keluar ngengat.

Pengendalian
1. Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan memungut  atau mengambil  telur atau kelompok telur.
2. Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya
Pengendalian dengan cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan cara Penggunaan bibit unggul,
Penanaman serentak
3. Pengendalian Hayati atau Biologis
Konservasi Musuh Alami
Pelepasan Musuh Alami
4. Pengendalian Kimiawi

2.3.2. Penggerek batang (Chilo auricilluis)
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Class                 : Insecta
Ordo                  : Lepidoptera
Family              : Pyralidae
Genus              : Chilo
Spesies            : Chilo auricilius
Siklus Hidup
Dudgeon. Stadia telur berbentuk eliptik dan pipih dengan ukuran panjang dan lebar 
sekitar 7 x 1 – 10 x 3 mm warna telur putih kekuningan dan  berangsur-angsur gelap ungu kehitaman. Telur diletakkan dalam kelompok yang  terdiri dari 7-30 butir, dengan rata-rata 24 butir per kelompok. Lama stadia telur 5-6 hari.  Jumlah telur  yang dihasilkan oleh seekor imago betina sekitar 285 - 412 butir dan diletakkan  pada malam hari . Larva memiliki panjang badan larva yang baru menetas + 2mm, sedang  larva dewasa sekitar 11,5 - 21 mm. Kepala dan protoraks berwarna coklat kehitaman hingga hitam, sedang warna bagian badan yang lain putih kekuningan   Lama stadia larva 21-41 hari dengan melalui 5-9 kali pergantian kulit. Seekor larva mampu menggerek 1-3 ruas. Dalam satu ruas biasanya dijumpai seekor  larva, tetapi kadang-kadang dapat juga dari 1 ekor larva.Stadia Pupa terjadi di dalam lobang gerek pada ruas tebu. Panjang pupa sekiselanjuttar 10-15,8 mm. Pupa betina lebih panjang dan besar dari pada pupa jantan  Warna pupa semula kuning muda, selanjutnya makin lama makin coklat  kehitaman. Pada bagian kepala terdapat 2 tonjolan semacam tanduk. Lama masa stadia pupa sekitar 5-7 hari

Gejala Serangan

Gejala pada daun berupa luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada
daun ini dibatasi oleh warna cokelat. Pada daun muda juga terdapat lubang-lubang
yang terjadi sewaktu ulat tersebut menggerek masuk ke dalam pupus daun yang
masih menggulung. Pada tanaman yang masih sangat muda gerekan ulat dapat
juga mengakibatkan terjadinya gejala mati puser. Kerusakan yang ditimbulkan penggerek batang berkilat mengakibatkan penurunan
bobot batang tebu serta kemunduran kualitas nira dan kuantitas nira.Tanaman
yang terserang berat akan mati atau batangnya mudah patah. Luka-luka bekas
gerekan larva dapat menjadi tempat infeksi beberapa macam pathogen(Wirioatmodjo, B. 1977).

Pengendalian
1. Dengan penanaman varietas tebu yang tahan / toleran terhadap serangan  penggerek biasanya memiliki cirri daunya yang tegak, berbulu,  pelepahdaun sulit di klentek, kulit batang keras.
2. Secara kultur teknis dengan sanitasi lingkungan ari berbagai gulma yang
bisa merupakan inang alternative (misal: Gelagah/tebu liar, gulma
Rottboelia spp.) 
3. Secara Mekanis dengan pengacauan perkawinan imago saat musim
penerbangan yang dilakukan pada awal musim hujan (mating distribution)
menggunakan feromon seks.
4. Secara Biologis dengan menggunakan musuh alami (misal: 
Trichogramma spp.
5. Secara Kimiawi dengan menggunakan berbagai insektisida golonganorganofosfat, carbamate, dan hidrocarbon berklor yang merupakan alternative terakhir

2.3.3. (Tetrastixchus inferens)
Kingdom         :Animalia 
Filum               : Arthropoda
Class                :Insecta 
Ordo                :Hymenoptera 
Family             :Eulophidae
Spesies            :Tetrastichus sp
Mekanisme
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ketika Tetrastichus sp. muncul dari tubuh pupa Ph. castaneae, parasitoid tersebut sudah bisa langsung berkopulasi. Parasitoid  ini membutuhkan  waktu  antara  10 – 15 detik untuk melakukan kopulasi. Sebelum proses kopulasi berlangsung imago Tetrastichus sp. jantan lebih dahulu melakukan pendekatan terhadap Tetrastichus sp. betina.  Parasitoid yang jantan lebih aktif dibandingkan dengan betina. Setelah Tetrastichus sp. Jantan menemukan parasitoid betina maka terjadilah kopulasi dengan posisi Tetrastichus sp. jantan berada
di atas tubuh Tetrastichus sp. betina.   Hasil penelitian dapat dilihat bahwa satu hari setelah parasitoid melakukan kopulasi parasitoid  betina sudah dapat bertelur. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa umur Tetrastichus sp. jantan
lebih pendek dibandingkan dengan betina. Hari ke dua atau ke tiga setelah infestasi dan setelah Tetrastichus sp. jantan selesai melakukan kopulasi, parasitoid tersebut mati.  Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Tetrastichus sp. merupakan parasitoid gregarious yaitu terlihat  lebih dari 1 ekor Tetrastichus sp. yang muncul dari 1 pupa Ph. castaneae. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa T. planipennisi merupakan endoparasit gregarious,
dengan 52-92 individu berkembang dalam satu inang dan daya parasitasinya mencapai 32-65%( Nugroho, B. W. 1986).

Gejala Parasitasi 
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah penggerek batang tebu sangat
berpengaruh nyata terhadap hari munculnya gejala parasitasi. 
muncul gejala awal parasitasi yang tercepat (3,47 hari) yaitu pada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala inang yang terparasit mengalami perubahan warna menjadi kehitaman lalu inang tersebut tidak bergerak. Dari penelitian juga diperoleh. bahwa inang yang terparasit akan mengalami kematian pada hari ke 3 sampai ke 6 setelah diinfestasikan, terlhihat juga bahwa abdomen tengah membesar karena berisi larva Tetrastichus sp.  Hal ini sesuai dengan pernyataan. bahwa di dalam tubuh inang,  larva Tetrastichus sp. tidak menyerang sesamanya atau dengan kata lain larva ini tidak    bersifat kanibal,  tetapi larva ini tetap memarasit inang sehingga inang kehilangan turgor,                
2.3.4. (Rochonotus sp)
 Ordo : Hymenoptera,
Famili : Eulophidae.

Mekanisme
Merupakan parasit larva penggerek pucuk tebu.Imago Rachnotus scirpophagae Cephalonomia stephanoderis C. stephanoderis merupakan lebah parasitoid yang menyerang kumbang penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei. Larva hidup sebagai ektoparasit pada larva instar terakhir dan prapupa inang. Imago betina berukuran panjang 1,6-2 mm, sedangkan yang jantan 1,4 mm. Imago meletakkan telur pada prapupa inang bagian ventral dan pada pupa inang bagian dorso-abdominal. Imago memakan telur, larva, pupa, dan imago inang. Telur parasitoid berukuran 0,4 x 0,2 mm. Larva berwarna putih, berukuran panjang 2,1 mm, bentuk tubuh bengkok dan meruncing ke bagian ekor, tidak berkaki dan berbulu. Pupa berada di dalam kokon berwarna putih, pupa memiliki tipe bebas (liberal), mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi coklat(BPTTD. 1979).

T. brontispae merupakan parasitoid untuk kumbang janur, Brontispa longissima. Ada tiga metode pembiakan parasitoid T. brontispae, yaitu metode tabung gelas, metode stoples, dan metode kotak. Metode tabung geias dilakukan sebagai berikut. Pupa Brontispa terparasit dimasukkan ke dalam tabung gelas berukuran diameter 1,5 cm dan panjang 15 cm. Setelah parasitoid keluar dari pupa, ke dalam tabung dimasukkan pupa segar berumur 1-2 hari secara bertahap 1-3 ekor per hari. Pelepasan parasitoid di lapang dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pupa terparasit sebanyak 4 ekor dibungkus dengan kain kasa. Kain kasa dijepitkan pada koker atau potongan bambu berukuran diameter 3-5 cm dan panjang 5-7 cm. Koker diikat dengan tali dan digantungkan pada daun kelapa pada bagian pucuk. Untuk setiap ha tanaman terserang diperlukan 4 buah koker, masing-masing berisi 4 ekor pupa Brontispa terparasit. Pelepasan dilakukan 3-6 bulan sekali.
2.3.5. (Corcyra cephalonica)
 Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Phillum            : Arthopoda
Kelas               : Insekta
Ordo                : Lepidoptera
Family             : Pyralididae
Genus              Corcyra
Spesies            Corcyra cephalonica 

Daur Hidup

Ngengat Corcyra cephalonica merupakan salah satu hama penting pada penggilingan beras dan tepung sering pula disebut tawny. Serangga ini toleran pada kelembapan tinggi dan ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah tropika. Walaupun mampu memakan biji utuh, hama ini lebih sering ditemukan cepat berbiak sebagai hama sekunder. Daur hidup optimum selama 26-27 hari pada 30-32,5 OC dengan kelembapan 70%  Imago berwarna cokelat agak pucat dengan ukuran panjang tubuhnya sekitar 11-12 mm. Panjang sayap apabila direntangkan sekitar 11-15 mm. Tepi bagian atas dari sayapnya ini sama sekali tidak ada bercak tetapi mempunyai vena yang berwarna agak gelap. Tepi atas bagian sayap yang belakang dari kupu-kupu jantan dapat dikatakan berwarna agak gelap. Palpi lialis tampak melengkung ke atas atau lurus di depan kepala(BPTTD. 1979).

Hama ini bertelur sebanyak 400 butir. Warna telur putih dan bertekstur halus. Bentuknya lonjong dengan panjang sekitar 0,3 x 0,5 mm, menempel pada bahan pangan atau serat karung di penyimpanan. setelah 10 hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva berwarna krem sampai putih kecuali bagian kapsul kepala dan protoraks berwarna coklat. Panjang tubuh lebih kurang 17 mm. biasanya larva membuat pintalan yang mengandung kotoran dan sisa-sisa makanan. Warna pintalan tersebut sesuai dengan objek yang diserangnya, apabila yang diserangnya beras putih, warna pintalannya juga putih. Selanjutnya, ulat tersebut menjadi kepompong setelah 9 hari. Kepompongnya berwarna kuning coklat, panjangnya sekitar 8 mm. kepompong terletak dalam kokon yang warnanya putih. Kepompong kemudian akan menjadi ngengat setelah 7 hari.

2.3.6. (Cotesia sp.)
Kingdom         :Animalia
Phylum            :Arthropoda
Class                :Insecta
Order               :Hymenoptera
Family             :Braconidae
Genus              :Cotesia
Species            :Cotesia sp

Parasitoid Cotesia flavipes kompleks adalah musuh alami hama penggerek batang
lepidopteran yang menyerang tebu dan tanaman – tanaman sereal  Sejakadanya tanaman pokok pada banyak negara, maka parasotoid kompleks ini menjadi agenpengendali hayati yang penting secara ekonomi di seluruh dunia. Parasitoid kompleks initerdiri atas 3 (tiga) spesies yaitu Cotesia flavipes Cameron, C. sesamiae (Cameron) danC. chilonis (Matsumura) yang belum jelas validitas taksonomi dan kekerabatannya(Pramono, D. 2005).




















IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu;
1.Scirpophaga nivella mempunyai ciri  larva yang berwarna putih kekuningan membuat lubang gerekan melintang, Tanaman yang terserang akan  menunjukan  bentuk yang tidak teratur dan terlihat
2. Chilo auricilius menimbulkan gejala pada daun berupa luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada daun ini dibatasi oleh warna cokelat.
3. Tetrastichus sp. muncul dari tubuh pupa Ph. castaneae, parasitoid tersebut sudah bisa langsung berkopulasi.
4. Pengendalian bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, terlebih dahulu harus dilihat gejala yang ditimbulkan.









DAFTAR PUSTAKA

BPTTD. 1979Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman  Tebu dan Tembakau Deli, Medan. Hlm. 15-16

Nugroho, B. W. 1986. Pengamatan Hama Penting Tanaman Tebu.(Saccharum officinarum Linn.) di Kecamatan Babakan, Wilayah Kerja

Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Penerbit Dioma,  Malang.

Suryana, A., 2007. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan  Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Wirioatmodjo, B. 1977. Biologi Lalat Jatiroto,  Diatraeophaga striatalis Townsend, dan Penerapannya dalam Pengendalian Penggerek Berkilat,  Chilo auricilius Dudgeon. IPB. Bogor.













LAMPIRAN




aftimar

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

Manual Categories