PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada praktikum ini kita akan menggenal tenatang hama pada
tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang saat ini
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena tanaman tebu digunakan sebagai bahan
baku pembuatan gula. Kebutuhan gula di
Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun dan belum mampu dipenuhi hingga
saat ini. Salah satu kendala dalam budidaya tebu adalah adanya serangan
berbagai jenis hama disepanjang pertumbuhan tanaman.
Serangan hama pada
tanaman tebu merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas.
Besarnya kerugian akibat hama sangat tergantung pada: Serangan hama yang
meliputi jenis hama, tingkat dan luas serangan serta stadia serangga, Tanaman
terserang yang meliputi varietas, umur dan kesehatan tanaman, dan faktor
lingkungan antara lain iklim, ketesediaan musuh alami dan kesuburan
tanah.
Oleh karena itu sering
terjadi tindakan pengendalian yang efektif, Pengendalian dialakukan dengan penggunaan varietas tahan, teknik bercocok
tanam dan penggunaan insektisida dengan alasan bahwa insektisida dapat
secepatnya menurunkan populasi hama. Penggunaan pestisida secara terus-menerus
justru mengkibatkan hama menjadi resisten, resugensi hama sasaran, terbunuhnya
musuh alami bahkan residu pada tanaman, tanah bahkan pencemaran air tanah. sebaliknya
pengelolaan hama yang bijaksana dapat memberikan kontribusi yang besar
dalam menekan populasi hama hingga dibawah ambang ekonomi.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan
ini adalah
1.Mengetahui morfologi
hama tanaman tebu
2. Mengetahui
gejala-gejala kerusakan pada hama tanaman tebu
3. Mengetahui cara
pengendalian hama tanaman tebu
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan
pada praktikum ini ialah cawan petri, kamera,hvs, dan pulpen. Bahan yang
digunakan Penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella), Penggerek batang tebu
(Chilo auricillus), Tetrastichus inferens, Rochonotus sp., Corcyra cephalonica,
Cotesia sp.
Prosedur
Adapun langkah-langkah
dalam pelaksanaan praktikum yaitu;
Diamati spesimen yang
ada
Dicatat pembahasan nya
Diphoto spesimen yang
ada.
3.2.Pembahasan
3.2.1. Penggerek pucuk
tebu(Scirpophaga nivella)
Kerajaan :
Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Lepidoptera
Suku : Pyralidea
Marga : Scirpophaga
Jenis : Scirpophaga nivella
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Lepidoptera
Suku : Pyralidea
Marga : Scirpophaga
Jenis : Scirpophaga nivella
Mekanisme
serangan
Larva yang berwarna
putih kekuningan membuat lubang gerekan melintang, menyebabkan beberapa lubang
pada helaian daun, membuat lorong gerek di ibu tulang daun dan lubang
keluar ngengat dengan lorong gerek lurus ke atas.
Tanaman yang terserang
akan menunjukan bentuk yang tidak teratur dan terlihat
menguning pada beberapa bagian daun yang terserang.
Ulat lama-kelamaan akan
menyerang pada titik tumbuh dan melanjutkan membuat terowongan pada batang
utama pada tanaman tebu yang terserang tersebut.
Serangan penggerek
menyebabkan mati puser pada tanaman muda dan tua. Tanda serangan hama penggerek
ini terlihat dari aktivitas ulat pada helaian daun karena serangannya lebih
banyak menyerang pada bagian daun dibandingkan dengan bagian batang(Suryana, A., 2007).
Gejala
Helai daun terdapat
lubang melintang dan ibu tulang daun terlihat bekas gerekan berwarna coklat.
Daun yang terserang akan menggulung dan kering yang disebut Mati Puser. Apabila
batang dibelah maka akan kelihatan lorong gerekan dari titik tumbuh ke bawah
kemudian mendekati permukaan batang dan sering menembus batang. Oleh karena itu
serangan penggerek pucuk dapat menyebabkan kematian. Pada ruas batang yang muda
yaitu di bawah titik tumbuh terlepas lubang keluar ngengat.
Pengendalian
1. Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis
dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan
memungut atau mengambil telur atau kelompok telur.
2. Pengendalian Kultur
Teknis atau Budidaya
Pengendalian dengan
cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan cara Penggunaan bibit
unggul,
Penanaman serentak
3. Pengendalian Hayati
atau Biologis
Konservasi Musuh Alami
Pelepasan Musuh Alami
4. Pengendalian Kimiawi
2.3.2.
Penggerek batang (Chilo auricilluis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralidae
Genus : Chilo
Spesies : Chilo auricilius
Siklus Hidup
Dudgeon. Stadia telur
berbentuk eliptik dan pipih dengan ukuran panjang dan lebar
sekitar 7 x 1 – 10 x 3
mm warna telur putih kekuningan dan berangsur-angsur
gelap ungu kehitaman. Telur diletakkan dalam kelompok yang terdiri
dari 7-30 butir,
dengan rata-rata 24 butir per kelompok. Lama stadia telur 5-6 hari. Jumlah telur yang dihasilkan oleh
seekor imago betina sekitar 285 - 412 butir dan diletakkan pada
malam hari .
Larva memiliki panjang badan larva yang baru menetas + 2mm, sedang larva
dewasa sekitar 11,5 - 21 mm. Kepala dan protoraks berwarna coklat kehitaman
hingga hitam, sedang warna bagian badan yang lain putih kekuningan Lama stadia larva 21-41 hari dengan melalui
5-9 kali pergantian kulit. Seekor larva
mampu menggerek 1-3 ruas. Dalam satu ruas biasanya dijumpai seekor larva,
tetapi kadang-kadang dapat juga dari 1 ekor larva.Stadia Pupa terjadi di dalam lobang
gerek pada ruas tebu. Panjang pupa sekiselanjuttar 10-15,8 mm. Pupa betina
lebih panjang dan besar dari pada pupa jantan Warna pupa semula kuning muda, selanjutnya
makin lama makin coklat kehitaman. Pada bagian
kepala terdapat 2 tonjolan semacam tanduk. Lama masa stadia pupa sekitar 5-7 hari
Gejala
Serangan
Gejala pada daun berupa
luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada
daun ini dibatasi oleh
warna cokelat. Pada daun muda juga terdapat lubang-lubang
yang terjadi sewaktu
ulat tersebut menggerek masuk ke dalam pupus daun yang
masih menggulung. Pada
tanaman yang masih sangat muda gerekan ulat dapat
juga mengakibatkan
terjadinya gejala mati puser. Kerusakan
yang ditimbulkan penggerek batang berkilat mengakibatkan penurunan
bobot batang tebu serta
kemunduran kualitas nira dan kuantitas nira.Tanaman
yang terserang berat
akan mati atau batangnya mudah patah. Luka-luka bekas
gerekan larva dapat
menjadi tempat infeksi beberapa macam pathogen(Wirioatmodjo, B. 1977).
Pengendalian
1. Dengan penanaman
varietas tebu yang tahan / toleran terhadap serangan penggerek
biasanya memiliki cirri daunya yang tegak, berbulu, pelepahdaun
sulit di klentek, kulit batang keras.
2. Secara kultur teknis
dengan sanitasi lingkungan ari berbagai gulma yang
bisa merupakan inang
alternative (misal: Gelagah/tebu liar, gulma
Rottboelia spp.)
3. Secara Mekanis
dengan pengacauan perkawinan imago saat musim
penerbangan yang
dilakukan pada awal musim hujan (mating distribution)
menggunakan feromon
seks.
4. Secara Biologis
dengan menggunakan musuh alami (misal:
Trichogramma spp.
5. Secara Kimiawi
dengan menggunakan berbagai insektisida golonganorganofosfat, carbamate, dan
hidrocarbon berklor yang merupakan alternative terakhir
2.3.3.
(Tetrastixchus inferens)
Mekanisme
Dari hasil pengamatan
dapat dilihat bahwa ketika Tetrastichus sp. muncul dari tubuh pupa Ph. castaneae, parasitoid tersebut sudah
bisa langsung berkopulasi. Parasitoid
ini membutuhkan waktu antara
10 – 15 detik untuk melakukan kopulasi. Sebelum proses kopulasi
berlangsung imago
Tetrastichus sp. jantan lebih dahulu melakukan pendekatan terhadap Tetrastichus
sp. betina. Parasitoid yang jantan
lebih aktif dibandingkan dengan betina. Setelah Tetrastichus sp. Jantan menemukan parasitoid betina maka
terjadilah kopulasi dengan posisi Tetrastichus sp. jantan berada
di atas tubuh
Tetrastichus sp. betina. Hasil
penelitian dapat dilihat bahwa satu hari setelah parasitoid melakukan kopulasi
parasitoid betina sudah dapat
bertelur. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa umur Tetrastichus sp.
jantan
lebih pendek
dibandingkan dengan betina. Hari ke dua atau ke tiga setelah infestasi dan
setelah Tetrastichus sp. jantan selesai
melakukan kopulasi, parasitoid tersebut mati.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa Tetrastichus sp. merupakan parasitoid gregarious yaitu terlihat lebih dari 1 ekor Tetrastichus sp. yang
muncul dari 1 pupa Ph. castaneae. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menyatakan bahwa
T. planipennisi merupakan endoparasit gregarious,
dengan 52-92 individu
berkembang dalam satu inang dan daya parasitasinya mencapai 32-65%( Nugroho, B.
W. 1986).
Gejala
Parasitasi
Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa jumlah penggerek batang tebu sangat
berpengaruh nyata
terhadap hari munculnya gejala parasitasi.
muncul gejala awal
parasitasi yang tercepat (3,47 hari) yaitu pada
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gejala inang yang terparasit mengalami perubahan warna
menjadi kehitaman lalu inang tersebut tidak bergerak. Dari penelitian juga
diperoleh. bahwa
inang yang terparasit akan mengalami kematian pada hari ke 3 sampai ke 6
setelah diinfestasikan,
terlhihat juga bahwa abdomen tengah membesar karena berisi larva Tetrastichus
sp. Hal
ini sesuai dengan pernyataan. bahwa
di dalam tubuh inang, larva Tetrastichus
sp. tidak menyerang sesamanya atau dengan kata lain larva ini tidak bersifat kanibal, tetapi larva ini tetap memarasit inang
sehingga inang kehilangan turgor,
2.3.4.
(Rochonotus sp)
Ordo :
Hymenoptera,
Famili : Eulophidae.
Mekanisme
Merupakan parasit larva
penggerek pucuk tebu.Imago Rachnotus scirpophagae Cephalonomia
stephanoderis C. stephanoderis merupakan lebah parasitoid yang menyerang
kumbang penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei. Larva hidup sebagai
ektoparasit pada larva instar terakhir dan prapupa inang. Imago betina berukuran
panjang 1,6-2 mm, sedangkan yang jantan 1,4 mm. Imago meletakkan telur pada
prapupa inang bagian ventral dan pada pupa inang bagian dorso-abdominal. Imago
memakan telur, larva, pupa, dan imago inang. Telur parasitoid berukuran 0,4 x
0,2 mm. Larva berwarna putih, berukuran panjang 2,1 mm, bentuk tubuh bengkok
dan meruncing ke bagian ekor, tidak berkaki dan berbulu. Pupa berada di dalam
kokon berwarna putih, pupa memiliki tipe bebas (liberal), mula-mula berwarna
putih kemudian berubah menjadi coklat(BPTTD.
1979).
T.
brontispae merupakan parasitoid untuk kumbang janur, Brontispa longissima.
Ada tiga metode pembiakan parasitoid T. brontispae, yaitu metode tabung gelas,
metode stoples, dan metode kotak. Metode tabung geias dilakukan sebagai
berikut. Pupa Brontispa terparasit dimasukkan ke dalam tabung gelas berukuran
diameter 1,5 cm dan panjang 15 cm. Setelah parasitoid keluar dari pupa, ke
dalam tabung dimasukkan pupa segar berumur 1-2 hari secara bertahap 1-3 ekor
per hari. Pelepasan parasitoid di lapang dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Pupa terparasit sebanyak 4 ekor dibungkus dengan kain kasa. Kain kasa
dijepitkan pada koker atau potongan bambu berukuran diameter 3-5 cm dan panjang
5-7 cm. Koker diikat dengan tali dan digantungkan pada daun kelapa pada bagian
pucuk. Untuk setiap ha tanaman terserang diperlukan 4 buah koker, masing-masing
berisi 4 ekor pupa Brontispa terparasit. Pelepasan dilakukan 3-6 bulan sekali.
2.3.5.
(Corcyra cephalonica)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phillum :
Arthopoda
Kelas :
Insekta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralididae
Genus : Corcyra
Spesies : Corcyra cephalonica
Daur
Hidup
Ngengat Corcyra
cephalonica merupakan salah satu hama penting pada penggilingan beras dan
tepung sering pula disebut tawny. Serangga ini toleran pada kelembapan
tinggi dan ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah tropika. Walaupun
mampu memakan biji utuh, hama ini lebih sering ditemukan cepat berbiak sebagai
hama sekunder. Daur hidup optimum selama 26-27 hari pada 30-32,5 OC dengan
kelembapan 70% Imago berwarna cokelat
agak pucat dengan ukuran panjang tubuhnya sekitar 11-12 mm. Panjang sayap
apabila direntangkan sekitar 11-15 mm. Tepi bagian atas dari sayapnya ini sama
sekali tidak ada bercak tetapi mempunyai vena yang berwarna agak gelap. Tepi
atas bagian sayap yang belakang dari kupu-kupu jantan dapat dikatakan berwarna
agak gelap. Palpi lialis tampak melengkung ke atas atau lurus di depan kepala(BPTTD. 1979).
Hama ini bertelur
sebanyak 400 butir. Warna telur putih dan bertekstur halus. Bentuknya lonjong
dengan panjang sekitar 0,3 x 0,5 mm, menempel pada bahan pangan atau serat
karung di penyimpanan. setelah 10 hari, telur akan menetas dan menjadi larva.
Larva berwarna krem sampai putih kecuali bagian kapsul kepala dan protoraks
berwarna coklat. Panjang tubuh lebih kurang 17 mm. biasanya larva membuat
pintalan yang mengandung kotoran dan sisa-sisa makanan. Warna pintalan tersebut
sesuai dengan objek yang diserangnya, apabila yang diserangnya beras putih,
warna pintalannya juga putih. Selanjutnya, ulat tersebut menjadi kepompong
setelah 9 hari. Kepompongnya berwarna kuning coklat, panjangnya sekitar 8 mm.
kepompong terletak dalam kokon yang warnanya putih. Kepompong kemudian akan
menjadi ngengat setelah 7 hari.
2.3.6.
(Cotesia sp.)
Species :Cotesia sp
Parasitoid Cotesia flavipes kompleks adalah musuh
alami hama penggerek batang
lepidopteran yang menyerang tebu dan tanaman –
tanaman sereal Sejakadanya tanaman pokok
pada banyak negara, maka parasotoid kompleks ini menjadi agenpengendali hayati
yang penting secara ekonomi di seluruh dunia. Parasitoid kompleks initerdiri
atas 3 (tiga) spesies yaitu Cotesia flavipes Cameron, C. sesamiae (Cameron)
danC. chilonis (Matsumura) yang belum jelas validitas taksonomi dan
kekerabatannya(Pramono, D. 2005).
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari
praktikum ini yaitu;
1.Scirpophaga nivella mempunyai ciri larva
yang berwarna putih kekuningan membuat lubang gerekan melintang, Tanaman yang terserang akan
menunjukan bentuk yang tidak teratur dan terlihat
2. Chilo auricilius
menimbulkan gejala pada daun berupa
luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada daun ini dibatasi oleh warna
cokelat.
3. Tetrastichus sp. muncul dari tubuh
pupa Ph. castaneae, parasitoid tersebut sudah
bisa langsung berkopulasi.
4. Pengendalian bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, terlebih dahulu
harus dilihat gejala yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
BPTTD. 1979. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman Tebu
dan Tembakau Deli, Medan. Hlm. 15-16
Nugroho, B. W. 1986. Pengamatan Hama Penting Tanaman Tebu.(Saccharum
officinarum Linn.) di Kecamatan Babakan, Wilayah Kerja
Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2.
Penerbit Dioma, Malang.
Suryana, A., 2007. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis
Tebu. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Wirioatmodjo, B. 1977. Biologi Lalat Jatiroto, Diatraeophaga
striatalis Townsend, dan Penerapannya dalam Pengendalian Penggerek Berkilat,
Chilo auricilius Dudgeon. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
0 comments:
Post a Comment