Saturday, April 15, 2017

2. HAMA-HAMA TANAMAN HORTIKULTURA

HAMA-HAMA TANAMAN HORTIKULTURA
(Laporan Praktikum Pengendalian HamaTumbuhan)







Oleh

Ayu Widya Pangesti
1314121024







JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I.       PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.Istilah “suci hama” juga digunakan sebagai padanan kata “steril” dalam pengertian bebas dari penyebab kontaminasi.Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan.Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria.
Serangga hama merupakan organisme yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian ekonomi. Hama dari jenis serangga dan penyakit merupakan kendala yang di hadapi oleh setiap para petani yang selalu mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian. Terutama pada tanaman hortikultura.
Seperti yang kita ketahui bahwa tanaman hortikultura dikonsumsi atau diperdagangkan pada keadaan tanaman yang mempunyai mutu visual yang baik. Serangan hama dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tanaman yang diperdagangkan pada tanaman hortikultura. Hal tersebut mempengaruhi nilai jual tanaman tersebut. Contohnya hama yang memakan bagian daun, sedangkan tanaman yang diserang adalah kangkung. Padahal bagian tanaman kangkung yang


diperjualkan yaitu daunnya. Permintaan akan mutu yang baik biasanya menjadi tuntutan para petani untuk mengendalikan hama tersebut. Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui hama-hama yang menyerag tanaman hortikultura di Indonesia. Kita perlu mengetahui bioekologi dan gejala serangannya agar dilakukan tindakan pengendalian yang tepat.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.      Mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang tanaman hortikultura.
2.      Mengetahui gejala-gejala serangan hama pada masing-masing hama.














II.    METODOLOGI PERCOBAAN

2.1  Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kertas HVS, pena, pensil dan penghapus. Sedangkan bahan yang digunakan adalah spesimen-spesimen yang digunakan diantaranya adalaha Plutella xylostella, Crocidolomia pavonana, Thrips sp. , Bactocera sp. , Aphis glycine.
2.2  Metodologi Percobaan

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Disiapkan kertas hvs dan alat tulis.
2.      Dicatat spesimen yang akan diamati.
3.      Diamati spesimen yang telah disediakan.
4.      Digambar spesimen yang telah diamati.








III.      HASIL DAN PEMBAHASAN
                                          
3.1  Hasil Pengamatan
Adapun hasil yang didapatkan adalah :


No.

Nama ilmiah

Gambar

Gejala

Nama hama

Bioekologi

Pengendalian

1.

Brassica oleracea


Jaringan tanaman habis hanya tersisa tulang daun.

Plutella xylostella

Larva

Mekanis, kimia, biologi

2.

Brassica oleracea


Krop kubis habis dimakan

Crocidolomia pavonana


Larva

Mekanis, sanitasi, biologi, kimia

3.

Cappsicum annum


Strip pada daun berwarna perak.

Thrips sp.


Nimfa instar 1

Mekanis, biologi, kima

4.

Cappsicum annum


Lubang pada buah cabai atau busuk buah

Bactocera sp.

Nimfa instar 1

Mekanis, biologi, kima

5.

Cappsicum annum


Daunnya kerdil keriting

Aphis glycine

Nimfa instar 1

Mekanis, biologi, kima


3.2  Pembahasan

1.        Plutella xylostella
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Family             : Plutellidae
Genus              : Plutella
Spesies            : Plutella xylostella
(Rukmana, 1994).
Bioekologi
Stadium telur antara 3-6 hari. Larva instar pertama setelah keluar dari telur segera menggerek masuk ke dalam daging daun. Instar berikutnya baru keluar dari daun
dan tumbuh sampai instar keempat. Pada kondisi lapangan, perkembangan larva
dari instarI-IV selama 3-7; 2-7; 2-6; dan 2-10 hari. Larva atau ulat mempunyai
pertumbuhan maksimum dengan ukuran panjang tubuh mencapai 10-12 mm.
Prepupa berlangsung selama lebih kurang 24 jam, setelah itu memasuki stadium
pupa. Panjang pupa bervariasi sekitar 4,5-7,0 mm dan lama umur pupa 5-15 hari
(Hermintato, 2010)
Gejala
Infestasi P.xylostella yaitu dengan meletakan telur didekat urat daun pada permukaan daun. Larva yang baru menetas memakan bagian dalam jaringan daun, dan menimbulkan gejala pada daun yang khas(Anonim,2010).

Kegiatan makannya meninggalkan pola bergaris pada permukaan daun. Larva
yang lebih dewasa, yang biasanya berwarna hijau keabu-abuan dan berubah
menjadi hijau cerah, akan memakan permukaan daun. Larva tidak memakan urat
daun, hanya jaringan di antaranya, membuat efek “jendela” pada tanaman yang
mengalami serangan serius. Larva meliuk dengan cepat saat diganggu dan
bergantung pada utas sutra. Larva dewasa membentuk kepompong berwarna hijau
mudaatau coklat muda di dalam gulungan sutra pada batang atau bagian bawah
daun (Rukmana, 1994).
Pengendalian
Pengendalian Mekanis
Pengendalian dengan cara mekanis dilakukan dengan memusnahkan ulat, serangga dewasa, maupun telur yang menempel pada tanaman. Tanaman yang terserang parah juga harus dimusnahkan..
Kultur Teknis
Dilakukan dengan penggiliran tanaman, pembalikan tanah lokasi pertanaman, dan pengeringan lahan.
Pengendalian Biologi
Dapat digunakan beberapa pestisida organik, misalnya dengan memanfaatkan akar atau batan tanaman tuba, umbi gadung, maupun daun nimba. Misalnya, jika menggunakan akar batang tuba. Selain itu, pengendalian secara organik juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan agensia hayati, misalnya dengan aplikasi bakteri Bacillus thuringiensis.
Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif klorantraniliprol, emamektin benzoat, beta siflutrin, tiametoksam, maupun klorfluazuran(Rukmana, 1994).


2.      Crocidolomia pavonana
Klasifikasi
Kindong          : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Family             : Pytalidae
Genus              : Crocidolomia
Spesies            : Crocidolomia pavonana ( Juma,1997).

Bioekologi
Telur berukuran 5 mm dan biasanya berkumpul berkisar antara 10-300 butir dalam satu daun. Telur berwarna hijau cerah dan muda berkamuflase pada daun. Telur biasanya diletakkan pada bagian bawah daun(Ahmad, 2007).

Larva instar satu bersifat gregarious, memakan daun pada permukaan bawah dnegan menyisakan lapisan epidermis atas. Larva menghindari cahaya. Kepala larva instar awalnya berwarna hitam kecoklatan dengan tubuh berwarna hijau. Warna larva bervariasi, umumnya berwarna hijau dengan batas garis dorsal dan lateral berwarna kekuningan. Panjang larva sekitar 18 mm (Purnamasari, 2006).

Larva berukuran berkisah antara 18-25mm dan memiliki kepala hitam serta warna hijau pada tubuhnya tergantung corak daun yang mereka makan.Biasanya ulat berada pada bagian bawah daun karena mereka cenderung menghindari cahaya. Pada hari keempat dan kelima larva akan memakan daun dari bagian bawah dan akan menyebabkan kerusakan yang parah pada daun sebelum ulat bergerak pada pusat tanaman (Ahmad, 2007).
Gejala
Larva muda bergerombol di permukaan bawah daun kubis dan meninggalkan bercak putih pada daun yang dimakan.Larva instar ketiga sampai kelima memencar dan menyerang pucuk tanaman kubis sehingga menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya tanaman mati atau batang kubis membentuk cabang dan beberapa crop yang kecil-kecil. Ulat krop dikenal sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja. Pada populasi tinggi terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang sutera. Ulat krop juga masuk dan memakan krop sehingga tidak dapat dipanen sama sekali. (Ahmad, 2007).
Pengendalian
Menurut Ahmad (2007) Pengendalian yang dapat dilakukan adalah (1) Melakukan sanitasi Kebersihan kebun, yaitu dengan membersihkan kebun dari bahan-bahan organic yang bisa membusuk yang dapat menjadi sarang tempat hama ini bertelur. (2) Melakukan pola tanam dan pengaturan jarak tanam, jangan menanam dua jenis tanaman yang disukai ulat crop berdekatan. (3) Secara biologis, yaitu dengan menggunakan musuh alami dari hama ini, (4) Secara mekanis dengan menangkapi langsung hama ini dan di musnahkan. (5) Melakukan pemangkasan agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun. (6) Melakukan pemangkasan terhadap tanaman yang terserang berat. (7) Dengan menggunakan perangkap yaitu berupa perangkap cahaya. (8) Membuat persemaian di tempat yang tidak terlindung atau mengurangi naungan. (9) Secara kimia, yaitu dengan penggunaan Insektisida alami seperti akar tuba, daun pucung tembakau dan lengkuas dan disemprotkan pada pada daun, batang dan bagian lainnya yang belum terserang.
3.      Thrips sp.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum    : Arthropoda
Kelas       : Insecta
Ordo       : Thysanoptera
Famili     : Thripidae
Genus    : Thrips
Spesies  : Thrips sp (Anonim, 2010).
Bioekologi
Telur  dari hama  ini berbentuk  oval atabahkamiriseperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran telurnya sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur  ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah pelatakan oleh imago betina Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat kekuningan sampai kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh makanan. Nimfa terdiri dari empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 ( Setiadi, 2004 ).
Gejala
Gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun ( Setiadi, 2004 ).
Pengendalian
Secara kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik (tepat).

Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae. Menggunakan Jamur parasit.

Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, , pada waktu sore hari ( Setiadi, 2004 ).
4.      Bactocera sp.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Family : Tephritidae
Genus : Bactrocera ( Setiadi, 2004 ).

Bioekologi
Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2 - 15 butir dan diletakkan dibawah kulit buah, dalam waktu ± 2 hari telur akan menetas menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur 1200 - 1500 butir. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan lama stadium larva 6 - 9 hari. Larva setelah berkembang maksimum akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan masuk ke dalam tanah untuk menjadi pupa. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa didalamnya. Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang ± 5 mm dan lama  stadium pupa 4 - 10 hari( Setiadi, 2004 ).
Gejala
Hama ini menyerang pada fase larva. Batang menjadi bisul. buah yang terserang kecil dan warnanya kuning. Serangan berat buah menjadi busuk. Gejala awal pada permukaan kulit buah ditandai dengan adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telurnya ke dalam buah. Selanjutnya akibat gangguan larva yang menetas dari telur di dalam buah, maka noda-noda tersebut berkembang menjadi bercak coklat di sekitar titik tersebut. Larva memakan daging buah, dan akhirnya buah menjadi busuk dan gugur sebelum matang ( Setiadi, 2004 ).
Pengendalian

Cara Kultur Teknis
- Pencacahan tanah di bawah tajuk pohon yang agak dalam dan merata agar pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari dan akhirnya mati.
- Pembungkusan buah saat masih muda dengan kantong plastik, kertas semen, kertas koran, atau daun pisang.
Cara Fisik/Mekanis
- Mengumpulkan buah yang terserang baik yang masih berada pada pohon maupun yang gugur, kemudian dibakar atau dibenamkan 60 – 70 cm dalam tanah agar larvanya terbunuh.
- Pengasapan di sekitar pohon dengan membakar serasah/jerami sampai menjadi bara yang cukup besar untuk mengusir lalat. Pengasapan dilakukan 3 – 4 hari sekali dimulai pada saat pembentukan buah dan diakhiri 1 –2 minggu sebelum panen.
Cara Biologi
- Penggunaan perangkap yang diberi umpan atau atraktan (misalnya Methyl Eugenol)
- Menurunkan populasi lalat dengan melepas serangga jantan mandul (steril) dalam jumlah yang banyak, agar kemungkinan berhasilnya perkawinan dengan lalat fertile di lapang menjadi berkurang.
- Pemanfaatan musuh alami antara lain Biosteres sp., Opius sp., (Braconidae), semut (Formicidae), laba-laba (Arachnidae), kumbang (Staphylinidae) dan cocopet (Dermaptera).
- Penanaman tanaman selasih di sekitar kebun.
Cara Kimiawi
- Dilakukan apabila dijumpai lalat buah dalam perangkap dan diulang setiap 4–7 hari sampai populasi turun
- Pemberian umpan semprot (bait spray), yaitu umpan protein yang mengandung ammonia dicampur dengan insektisida khlorfirifos ( Setiadi, 2004 ).
5. Aphis glycine
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum                 : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                 : Homoptera
Famili               : Aphididae 
Genus              : Aphis
Spesies            : Aphis glycine (Rukamana, 2012).
Bioekologi
Sifatnya partenogenesis, yaitu telurnya berkembang menjadi nimfa tanpa terjadi pembuahan, kemudian dilahirkan oleh induknya. Lama hidupnya antara 13 – 18 hari dengan 4 – 8 kali instar. Nimfa yang baru terbentuk langsung mengisap cairan tanaman secara bergerombol. Nimfa dewasa berwarna hitam dan berkilau. Antenenya lebih pendek dari pada abdomen. Betina menjadi dewasa setelah berumur 4 – 20 hari. Panjang tubuh yang bersayap rata-rata 1,4 mm dan yang tidak bersayap rata-rata 1,5 mm. Mulai menghasilkan keturunan pada umur 5 – 6 hari dan berakhir sepanjang hidupnya (Rukamana, 2012).
Gejala
Stadia yang merusak adalah nimfa dan imago yang umumnya mengisap pada bagian daun permukaan bawah, kuncup, batang muda. Tanaman yang terserang akan terhambat pertumbuhannya menjadi lemah dan kehilangan warna daun, mengkerut dan akhirnya menyebabkan penurunan hasil produksi. Serangan berat pada fase pembungaan atau pembentukan polong dapat menurunkan hasil panen (Rukamana, 2012).
Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan cara penggunaan musuh alami seperti Coleoptera, Harmonia arcuata, dan dari ordo Diptera.. dan penanaman varietas tahan (Rukamana, 2012).













IV.      KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Setiap jenis hama yang menyerang memiliki gejala kerusakan pada tanaman-tanaman hortikultura yang berbeda-beda.
2.      Hama Crocidolomia pavonana merupakan hama berat yang menyebabkan kerusakan yang parah dan haru dikendalikan secara rutin oleh petani.
3.      Serangan hama dapat menurunkan nilai jual dari hasil panen tanaman hortikultura. Karena mutu visual sangat penting pada penjualan tanaman hortikultura.
4.      Sebagian besar stadium serangga yang menjadi hama adalah larva atau nimfa.
5.      Cara-cara pengendalian berdasarkan bioekologi dari hama yang menyerang.














LAMPIRAN








DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. 2007. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia binotalis Zell.) (Lepidoptere : Pyralidae) pada Kubis (Brassica oleracea L.). Dizited by IPB e-repository copy right. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 April 2015
Anonim.2010. Diamondback Moth(Plutella xylostella). Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Tersedia dalam www.indopetani.com. diakses 10 Oktober 2011

Hermintato. 2010. Hama ulat daun kubis Plutella xylostella dan Upaya Pengendaliannya. Kanisius .Yogjakarta.

Jumar, 1997. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.

Purnamasari, RD.A.W. 2006. Keefektifan CRY1B dan CRY1C Bacillus thuringiensis B. terhadap Ptutella xylostella L. (Lepidoptera:Yponomeutidae) dan Crocidolomia pavonana L. (Lepidoptera:Pyralidae). Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Setiadi,2004. Penyakit Pada Tanaman Cabai. Erlangga. Jakarta.

Rukmana, R. 1994. Budi Daya Kubis Bunga & Brokoli. Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana, H. 2010. Analisis Perkembangan Tanaman Hortikultura Kubis di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 April 2015
Rukmana. 2012. Analisis Perkembangan Tanaman Hortikultura di Indonesia Bagian Tengah. Program Studi Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor.



aftimar

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

Manual Categories