HAMA-HAMA
TANAMAN HORTIKULTURA
(Laporan Praktikum Pengendalian
HamaTumbuhan)
Oleh
Ayu Widya Pangesti
1314121024
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan
secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan
kerugian dalam pertanian.Istilah “suci hama” juga digunakan sebagai padanan
kata “steril” dalam pengertian bebas dari penyebab kontaminasi.Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari
manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah
ini paling sering dipakai hanya kepada hewan.Suatu hewan juga dapat
disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia.
Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria.
Serangga hama merupakan organisme yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian
ekonomi. Hama dari jenis serangga dan penyakit merupakan kendala yang di hadapi
oleh setiap para petani yang selalu mengganggu perkembangan tanaman budidaya
dan hasil produksi pertanian. Terutama pada tanaman hortikultura.
Seperti yang kita ketahui bahwa tanaman hortikultura
dikonsumsi atau diperdagangkan pada keadaan tanaman yang mempunyai mutu visual
yang baik. Serangan hama dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tanaman yang
diperdagangkan pada tanaman hortikultura. Hal tersebut mempengaruhi nilai jual
tanaman tersebut. Contohnya hama yang memakan bagian daun, sedangkan tanaman
yang diserang adalah kangkung. Padahal bagian tanaman kangkung yang
diperjualkan yaitu daunnya. Permintaan akan mutu yang
baik biasanya menjadi tuntutan para petani untuk mengendalikan hama tersebut.
Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui hama-hama yang
menyerag tanaman hortikultura di Indonesia. Kita perlu mengetahui bioekologi
dan gejala serangannya agar dilakukan tindakan pengendalian yang tepat.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Mengetahui jenis-jenis hama yang
menyerang tanaman hortikultura.
2.
Mengetahui gejala-gejala serangan
hama pada masing-masing hama.
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini
adalah kertas HVS, pena, pensil dan penghapus. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah spesimen-spesimen yang digunakan diantaranya adalaha Plutella xylostella, Crocidolomia pavonana,
Thrips sp. , Bactocera sp. , Aphis glycine.
2.2 Metodologi Percobaan
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan
kertas hvs dan alat tulis.
2. Dicatat
spesimen yang akan diamati.
3. Diamati
spesimen yang telah disediakan.
4. Digambar
spesimen yang telah diamati.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil
yang didapatkan adalah :
No.
|
Nama
ilmiah
|
Gambar
|
Gejala
|
Nama hama
|
Bioekologi
|
Pengendalian
|
1.
|
Brassica
oleracea
|
|
Jaringan tanaman habis hanya tersisa tulang daun.
|
Plutella
xylostella
|
Larva
|
Mekanis, kimia, biologi
|
2.
|
Brassica
oleracea
|
|
Krop kubis habis dimakan
|
Crocidolomia
pavonana
|
Larva
|
Mekanis, sanitasi, biologi, kimia
|
3.
|
Cappsicum
annum
|
|
Strip pada daun berwarna perak.
|
Thrips sp.
|
Nimfa instar 1
|
Mekanis, biologi, kima
|
4.
|
Cappsicum
annum
|
|
Lubang pada buah cabai atau busuk buah
|
Bactocera
sp.
|
Nimfa instar 1
|
Mekanis, biologi, kima
|
5.
|
Cappsicum
annum
|
|
Daunnya kerdil keriting
|
Aphis
glycine
|
Nimfa instar 1
|
Mekanis, biologi, kima
|
3.2 Pembahasan
1. Plutella
xylostella
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella(Rukmana, 1994).
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Plutellidae
Genus : Plutella
Spesies : Plutella xylostella(Rukmana, 1994).
Bioekologi
Stadium
telur antara 3-6 hari. Larva instar pertama setelah keluar dari telur segera menggerek
masuk ke dalam daging daun. Instar berikutnya baru keluar dari daun
dan tumbuh
sampai instar keempat. Pada kondisi lapangan, perkembangan larva
dari
instarI-IV selama 3-7; 2-7; 2-6; dan 2-10 hari. Larva atau ulat mempunyai
pertumbuhan
maksimum dengan ukuran panjang tubuh mencapai 10-12 mm.
Prepupa
berlangsung selama lebih kurang 24 jam, setelah itu memasuki stadium
pupa.
Panjang pupa bervariasi sekitar 4,5-7,0 mm dan lama umur pupa 5-15 hari
(Hermintato,
2010)
Gejala
Infestasi
P.xylostella yaitu dengan meletakan telur didekat urat daun pada permukaan
daun. Larva yang baru menetas memakan bagian dalam jaringan daun, dan
menimbulkan gejala pada daun yang khas(Anonim,2010).
Kegiatan
makannya meninggalkan pola bergaris pada permukaan daun. Larva
yang lebih
dewasa, yang biasanya berwarna hijau keabu-abuan dan berubah
menjadi
hijau cerah, akan memakan permukaan daun. Larva tidak memakan urat
daun, hanya
jaringan di antaranya, membuat efek “jendela” pada tanaman yang
mengalami
serangan serius. Larva meliuk dengan cepat saat diganggu dan
bergantung
pada utas sutra. Larva dewasa membentuk kepompong berwarna hijau
mudaatau
coklat muda di dalam gulungan sutra pada batang atau bagian bawah
daun
(Rukmana, 1994).
Pengendalian
Pengendalian
Mekanis
Pengendalian dengan cara mekanis
dilakukan dengan memusnahkan ulat, serangga dewasa, maupun telur yang menempel
pada tanaman. Tanaman yang terserang parah juga harus dimusnahkan..
Kultur
Teknis
Dilakukan
dengan penggiliran tanaman, pembalikan tanah lokasi pertanaman, dan pengeringan
lahan.
Pengendalian
Biologi
Dapat
digunakan beberapa pestisida organik, misalnya dengan memanfaatkan akar atau
batan tanaman tuba, umbi gadung, maupun daun nimba. Misalnya, jika menggunakan
akar batang tuba. Selain itu, pengendalian secara organik juga dapat dilakukan
dengan memanfaatkan agensia hayati, misalnya dengan aplikasi bakteri Bacillus
thuringiensis.
Pengendalian
Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan
penyemprotan insektisida berbahan aktif klorantraniliprol, emamektin benzoat,
beta siflutrin, tiametoksam, maupun klorfluazuran(Rukmana, 1994).
2.
Crocidolomia pavonana
Klasifikasi
Kindong
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Pytalidae
Genus
: Crocidolomia
Spesies
: Crocidolomia pavonana ( Juma,1997).
Bioekologi
Telur berukuran 5 mm dan biasanya berkumpul
berkisar antara 10-300 butir dalam satu daun. Telur berwarna hijau cerah dan
muda berkamuflase pada daun. Telur biasanya diletakkan pada bagian bawah
daun(Ahmad, 2007).
Larva instar satu bersifat gregarious, memakan daun
pada permukaan bawah dnegan menyisakan lapisan epidermis atas. Larva
menghindari cahaya. Kepala larva instar awalnya berwarna hitam kecoklatan
dengan tubuh berwarna hijau. Warna larva bervariasi, umumnya berwarna hijau
dengan batas garis dorsal dan lateral berwarna kekuningan. Panjang larva
sekitar 18 mm (Purnamasari, 2006).
Larva berukuran berkisah antara 18-25mm dan memiliki
kepala hitam serta warna hijau pada tubuhnya tergantung corak daun yang mereka
makan.Biasanya ulat berada pada bagian bawah daun karena mereka cenderung
menghindari cahaya. Pada hari keempat dan kelima larva akan memakan daun dari
bagian bawah dan akan menyebabkan kerusakan yang parah pada daun sebelum ulat
bergerak pada pusat tanaman (Ahmad, 2007).
Gejala
Larva muda bergerombol di permukaan
bawah daun kubis dan meninggalkan bercak putih pada daun yang dimakan.Larva
instar ketiga sampai kelima memencar dan menyerang pucuk tanaman kubis sehingga
menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya tanaman mati atau batang kubis membentuk
cabang dan beberapa crop yang kecil-kecil. Ulat krop dikenal sebagai hama yang
sangat rakus secara berkelompok dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya
meninggalkan tulang daun saja. Pada populasi tinggi terdapat kotoran berwarna
hijau bercampur dengan benang-benang sutera. Ulat krop juga masuk dan memakan
krop sehingga tidak dapat dipanen sama sekali. (Ahmad, 2007).
Pengendalian
Menurut Ahmad (2007) Pengendalian
yang dapat dilakukan adalah (1) Melakukan sanitasi Kebersihan kebun, yaitu
dengan membersihkan kebun dari bahan-bahan organic yang bisa membusuk yang
dapat menjadi sarang tempat hama ini bertelur. (2) Melakukan pola tanam dan
pengaturan jarak tanam, jangan menanam dua jenis tanaman yang disukai ulat crop
berdekatan. (3) Secara biologis, yaitu dengan menggunakan musuh alami dari hama
ini, (4) Secara mekanis dengan menangkapi langsung hama ini dan di musnahkan.
(5) Melakukan pemangkasan agar lingkungan tajuk tidak terlalu rimbun. (6)
Melakukan pemangkasan terhadap tanaman yang terserang berat. (7) Dengan
menggunakan perangkap yaitu berupa perangkap cahaya. (8) Membuat persemaian di
tempat yang tidak terlindung atau mengurangi naungan. (9) Secara kimia, yaitu
dengan penggunaan Insektisida alami seperti akar tuba, daun pucung tembakau dan
lengkuas dan disemprotkan pada pada daun, batang dan bagian lainnya yang belum
terserang.
3.
Thrips sp.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Genus : Thrips
Spesies : Thrips sp (Anonim,
2010).
Bioekologi
Telur dari hama
ini berbentuk oval atau
bahkan mirip
seperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal
daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam. Ukuran telurnya sangat kecil maka
sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini
diletakkannya dalam jumlah yang
besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah
diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian
tanaman tersebut dan biasanya disekitar
jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur
ini akan menetas sekitar 3 atau
7 hari setelah pelatakan oleh imago betina
Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih
pucat atau pucat kekuningan sampai
kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh
makanan. Nimfa terdiri dari
empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang
tanaman. sayap baru akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 (
Setiadi, 2004 ).
Gejala
Gejala awal pada permukaan bawah
daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan
berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada
daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta
tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan
tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan
bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat
menurun ( Setiadi, 2004 ).
Pengendalian
Secara kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan
bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman
yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik (tepat).
Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh
alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae,
dan kumbang Staphulinidae. Menggunakan Jamur parasit.
Secara kimawi, dengan
penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500
SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, ,
pada waktu sore hari ( Setiadi, 2004 ).
4.
Bactocera sp.
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Family : Tephritidae
Genus : Bactrocera ( Setiadi, 2004 ).
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Family : Tephritidae
Genus : Bactrocera ( Setiadi, 2004 ).
Bioekologi
Telur berwarna
putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2 - 15 butir dan diletakkan
dibawah kulit buah, dalam waktu ± 2 hari telur akan menetas menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan memakan dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu
menghasilkan telur 1200 - 1500 butir. Larva
berwarna putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat panjang
dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar, dengan lama
stadium larva 6 - 9 hari. Larva setelah berkembang
maksimum akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan
masuk ke dalam tanah untuk menjadi pupa. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan jatuh di
atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa didalamnya. Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang ± 5
mm dan lama stadium pupa 4 - 10 hari( Setiadi, 2004 ).
Gejala
Hama ini menyerang pada
fase larva. Batang menjadi bisul. buah yang terserang kecil dan warnanya
kuning. Serangan berat buah menjadi busuk. Gejala awal pada permukaan kulit buah ditandai dengan
adanya noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina
saat meletakkan telurnya ke dalam buah. Selanjutnya akibat gangguan larva yang
menetas dari telur di dalam buah, maka noda-noda tersebut berkembang menjadi
bercak coklat di sekitar titik tersebut. Larva memakan daging buah, dan
akhirnya buah menjadi busuk dan gugur sebelum matang ( Setiadi, 2004 ).
Pengendalian
Cara Kultur Teknis
- Pencacahan tanah di bawah tajuk pohon yang agak
dalam dan merata agar pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari
dan akhirnya mati.
- Pembungkusan buah saat masih muda dengan kantong
plastik, kertas semen, kertas koran, atau daun pisang.
Cara Fisik/Mekanis
- Mengumpulkan buah yang terserang baik yang masih
berada pada pohon maupun yang gugur, kemudian dibakar atau dibenamkan 60 – 70
cm dalam tanah agar larvanya terbunuh.
- Pengasapan di sekitar pohon dengan membakar
serasah/jerami sampai menjadi bara yang cukup besar untuk mengusir lalat.
Pengasapan dilakukan 3 – 4 hari sekali dimulai pada saat pembentukan buah dan
diakhiri 1 –2 minggu sebelum panen.
Cara Biologi
- Penggunaan perangkap yang diberi umpan atau atraktan
(misalnya Methyl Eugenol)
- Menurunkan populasi lalat dengan melepas serangga
jantan mandul (steril) dalam jumlah yang banyak, agar kemungkinan berhasilnya
perkawinan dengan lalat fertile di lapang menjadi berkurang.
- Pemanfaatan musuh alami antara lain Biosteres
sp., Opius sp., (Braconidae), semut (Formicidae), laba-laba
(Arachnidae), kumbang (Staphylinidae) dan cocopet (Dermaptera).
- Penanaman tanaman selasih di sekitar kebun.
Cara Kimiawi
- Dilakukan apabila dijumpai lalat buah dalam
perangkap dan diulang setiap 4–7 hari sampai populasi turun
- Pemberian umpan semprot (bait spray), yaitu umpan
protein yang mengandung ammonia dicampur dengan insektisida khlorfirifos ( Setiadi, 2004 ).
5. Aphis glycine
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Homoptera
Kelas : Insecta
Ordo : Homoptera
Famili : Aphididae
Genus : Aphis
Spesies : Aphis glycine (Rukamana, 2012).
Bioekologi
Sifatnya partenogenesis, yaitu telurnya
berkembang menjadi nimfa tanpa terjadi pembuahan, kemudian dilahirkan oleh
induknya. Lama hidupnya
antara 13 – 18 hari dengan 4 – 8 kali instar. Nimfa yang
baru terbentuk langsung mengisap cairan tanaman secara bergerombol. Nimfa dewasa berwarna hitam dan berkilau. Antenenya lebih
pendek dari pada abdomen. Betina menjadi
dewasa setelah berumur 4 – 20 hari. Panjang tubuh yang bersayap rata-rata 1,4
mm dan yang tidak bersayap rata-rata 1,5 mm. Mulai menghasilkan keturunan pada umur
5 – 6 hari dan berakhir sepanjang hidupnya (Rukamana, 2012).
Gejala
Stadia yang merusak adalah nimfa
dan imago yang umumnya mengisap pada bagian daun permukaan bawah, kuncup,
batang muda. Tanaman yang terserang akan terhambat pertumbuhannya menjadi lemah
dan kehilangan warna daun, mengkerut dan akhirnya menyebabkan penurunan hasil
produksi. Serangan berat pada fase pembungaan atau
pembentukan polong dapat menurunkan hasil panen (Rukamana, 2012).
Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan cara penggunaan musuh
alami seperti
Coleoptera, Harmonia arcuata, dan dari ordo Diptera.. dan penanaman varietas tahan (Rukamana, 2012).
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini
adalah sebagai berikut :
1.
Setiap jenis hama yang menyerang
memiliki gejala kerusakan pada tanaman-tanaman hortikultura yang berbeda-beda.
2.
Hama Crocidolomia pavonana merupakan hama berat yang menyebabkan
kerusakan yang parah dan haru dikendalikan secara rutin oleh petani.
3.
Serangan hama dapat menurunkan nilai
jual dari hasil panen tanaman hortikultura. Karena mutu visual sangat penting
pada penjualan tanaman hortikultura.
4.
Sebagian besar stadium serangga yang
menjadi hama adalah larva atau nimfa.
5.
Cara-cara pengendalian berdasarkan
bioekologi dari hama yang menyerang.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. 2007. Laporan Hama Ulat Crop (Crocidolomia
binotalis Zell.)
(Lepidoptere : Pyralidae) pada Kubis (Brassica
oleracea L.). Dizited
by IPB e-repository copy right. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 April 2015
Anonim.2010. Diamondback
Moth(Plutella xylostella). Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Tersedia dalam www.indopetani.com. diakses 10 Oktober 2011
Hermintato. 2010.
Hama ulat daun kubis Plutella xylostella dan Upaya Pengendaliannya.
Kanisius .Yogjakarta.
Jumar, 1997. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Purnamasari, RD.A.W. 2006. Keefektifan CRY1B dan CRY1C Bacillus thuringiensis B. terhadap Ptutella xylostella L. (Lepidoptera:Yponomeutidae)
dan Crocidolomia pavonana L. (Lepidoptera:Pyralidae).
Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Setiadi,2004. Penyakit Pada Tanaman Cabai.
Erlangga. Jakarta.
Rukmana, R. 1994. Budi
Daya Kubis Bunga & Brokoli. Kanisius. Yogyakarta.
Rukmana, H. 2010. Analisis Perkembangan Tanaman Hortikultura Kubis di Kebun Percobaan
Institut Pertanian Bogor. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/ pada tanggal 22 April 2015
Rukmana. 2012. Analisis
Perkembangan Tanaman Hortikultura di Indonesia Bagian Tengah.
Program Studi Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor.
0 comments:
Post a Comment