HAMA-HAMA TANAMAN PANGAN
(Laporan Praktikum
Pengendalian Hama Tumbuhan)
Oleh
Diana Novitasari
1314121045
LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pangan merupakan
kebutuhan pokok manusia untuk melanjutkan kehidupannya di muka bumi. Sebagai
salah satu kebutuhan primer manusia disamping sandang dan papan, kebutuhan akan
pangan menjadi penting untuk diperhatikan. Pada jaman dahulu manusia memenuhi
kebutuhannya akan pangan dari berburu hewan dan mengumpulkan bahan makanan dari
hutan. Kebutuhan pangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menuntut
diterapkannya teknik budidaya tanaman pangan yang tepat dan benar, karena dengan
teknik budidaya yang tepat dan benar diharapkan hasil tanaman pangan akan
meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat.
Tanaman pangan merupakan
tanaman yang semusim, yang mempunyai jangka waktu panen antara 3 bulan atau
lebih sesuai dengan jenis tanaman yang ditanami dan memberikan nilai ekonomi yang baik bagi
petani. Tetapi tanaman pangan juga
membawa dampak yang merugikan petani, karena jangka waktu menanam yang tidak
serempak (Suwono, 2007).
Hama adalah suatu organisme yang merusak tanaman dan dapat menimbulkan
kerugian secara ekonomis. Dari berbagai filum di atas, yang paling banyak
berperan sebagai hama adalah serangga. Serangga memiliki tiga bagian tubuh yang
utama yaitu keoala (Caput), dada (Thorax), dan perut (Abdomen).
Hama Tanaman Pangan merupakan hama yang menyerang tanaman pangan baik
secara kualitas maupun kuantitas, sehingga menimbulkan kerugian ekonomis bagi
manusia.
Serangga merupakan hama yang paling banyak jenisnya dan paling banyak
menyerang tanaman pertanian. Gejala serangan yang disebabkan hama tanaman
pangan yaitu dapat merugikan secara eksernal maupum internal (Indriyani, 2009).
Oleh karena itu dilakukannya praktikum pengenalah hama-hama tanaman pangan
agar mahasiswa lebih faham macam-macam hama tanaman pangan.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
macam-macam hama tanaman pangan
2.
Mengetahui
bioekologi, perilaku menyerang dan pengendaliannya.
II. METODELOGI
PRAKTIKUM
2.1
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah papan, alat tulis menulis,
dan kertas hvs.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ulat grayak ( Spodoptera litura), walang sangit (Leptocorixa
acuta), wereng coklat (Nilavarvata lugens), kepik hijau (Nezara
viridula L.), belalang
kumbara (Lokusta migratoria),
penggerek batang padi (Chilo
suppressalis),keong emas (Pamocea
canaliculata) , anjing tanah (Grillopalta
sp).
2.2 Waktu dan Temapat
Pelaksanaan praktikum tentang Pengenalan Serangga Hama Tanaman Pangan ini
dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Pada tanggal 25 Maret 2015, pada pukul 15.00 - 17.00 WIB.
2.3 Cara Kerja
1.
Mendengarkan
yang disampaikan asisten mengenai jalannya praktikum dan mencatatnya.
2.
Mengamati
spesimen yang telah disediakan
3.
Menggambar
spesimen dan keterangan dari masing-masing spesimen.
3.2
3.2 Pembahasan
3.2.1 Hama Padi
Dalam
praktikum kali ini dilakukan identifikasi hama penting tanaman pangan adalah ulat grayak ( Spodoptera
litura), walang sangit (Leptocorixa acuta), wereng coklat (Nilavarvata lugens), kepik hijau (Nezara viridula L.), belalang kumbara (Lokusta migratoria), penggerek batang padi (Chilo suppressalis),keong emas (Pamocea
canaliculata) , anjing tanah (Grillopalta
sp).
dengan
cara mengamati hama kemudian digambar selanjutnya dicari klasifikasi ilmiah,
siklus hidup, morfologi, gejala serangan dan pengendaliannya.
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Klasifikasi
Ordo: Lepidoptera
Famili: Noctuidae
Genus: Spodoptera
Spesies: Spodoptera litura
Ordo: Lepidoptera
Famili: Noctuidae
Genus: Spodoptera
Spesies: Spodoptera litura
Nama local:
ulat grayak
Nama latin: Spodoptera litura
Nama latin: Spodoptera litura
Bioekologi
Morfologi
Pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna
hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Telur diletakkan
berkelompok 100 – 300 butir/kelompok. Kelompok telur biasanya berbentuk oval
dan ditutupi rambut-rambut (sisik) berwarna cokelat. Larva terdiri-dari 6
instar. Imago berwarna cokelat dan aktif pada malam hari. Siklus hidup: lebih
kurang 4 – 5 minggu, Telur: 3 – 6 hari, Larva: 15 –
21 hari, Pupa: lebih kurang 12 hari.
Ekologi:
Pada siang hari, ulat bersembunyi dalam tanah, sedangkan pada malam hari
menyerang tanaman. Hama ini suka bersembunyi di tempat yang lembab.
Gejala
kerusakan tanaman akibat serangan ulat ini adalah daun tanaman habis (hanya
tersisa tulang daun), polong muda rusak, atau seluruh tanaman rusak. Gejala
yang nampak tergantung pada jenis tanaman yang diserang dan intensitas serangan
larva muda serta larva dewasa.
Pengendalian:
Mekanis: telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya
Pengendalian secara biologis menggunakan musuh alami berupa Bacillus thuringiensis. Sedangkan pengendalian dengan bahan kimia mengguanakan insektisida dan sanitasi merupakan cara PHT yang dapat diambil dalam mengendalikan ulat garayak.
Mekanis: telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya
Pengendalian secara biologis menggunakan musuh alami berupa Bacillus thuringiensis. Sedangkan pengendalian dengan bahan kimia mengguanakan insektisida dan sanitasi merupakan cara PHT yang dapat diambil dalam mengendalikan ulat garayak.
Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisa acuta
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisa acuta
Author :Thunberg
Bioekologi
Pada pengamatan selanjutnya yaitu Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
yang termasuk Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki ciri-ciri morfologi yang
meliputi mata, caput, thorax, abdomen, sayap dan rostum (moncong). Gejala
serangan yang ditimbulkan oleh kedua jenis serangga ini adalah buah padi yang
hilang isi buahnya karena dihisap/dimakan.
Umumnya Ordo Hemiptera memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies
ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan
pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap
belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian
kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut
pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat
pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut
muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas
memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran,
yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Gejala Serangan
Serangga
betina menghasilkan 100-200 telur, yang diletakkan pada daun
bendera padi. Nimfanya berwarna hijau, yang
berangsur-angsur menjadi coklat, dan mengalami ganti kulit 5 kali. Stadia nimfa
terjadi selama 17-27 hari. Pada kondisi yang cocok, imago
dapat hidup hingga 115 hari. Nimfa dan imago menyerang buah
padi yang matang susu dengan cara menghisap cairan buah, sehingga buah menjadi
hampa. Pada
bekas tusukannya, timbul suatu bercak-bercak putih yang disebabkan cendawan Helminthosporium.
Pengendalian
Cara
mengendalikannya adalah dengan penanaman secara serentak, sanitasi pada tanaman yang diserang, atau
dengan penyemprotan insektisida
menurut dosis anjuran (Rioardi, 2009).
Salah satu pengendalian berdasarkan perilaku walang sangit sangat tertarik pada bau-bauan yang dikandung tanaman Lycopodium sp dan Cerapodium sp. Walang sangit juga tertarik dengan bau busuk bangkai terutama bau busuk pada bangkai kepiting dan siput. Ketertarikan ini dapat digunakan sebagai dasar tindakan pengendalian walang sangit. Dibuatlah suatu alat perangkap khusus terbuat dari botol plastik dan didalamnya diberi bangkai kepiting/siput yang diikat menggantung dan dibawahnya diberi larutan sabun. Selanjutnya digantung di tiang bambu dengan jarak 3-5m. Dengan cara ini diharapkan walang sangit akan tertarik pada bau busuk dari bangkai tersebut dan selanjutnya masuk kedalam botol. Saat sudah terperangkap walang sangit tidak dapat keluar dan akan mati didalam botol.pengendalai cara ini cukup efektif , murah dan efisien (Devisi Pengembangan Produksi Pertanian,1973).
Wereng Cokelat (Nillaparvata lugens)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan :
Animalia
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
Bioekologi
Masa
prapenelurannya 3-4 hari untuk brakiptela (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk
makroptera (bersayap panjang) .Telur biasanya diletakan pada jaringan pangkal
pelepah daun.Tetapi, kalau populasinya tinggi, telur diletakan di ujung pelepah
daun dan tulang daun.Telur diletakan berkelompok, satu kelompok telur terdiri
dari 3-21 butir.Bentuk telur wereng coklat lonjong agak melengkung berdiameter
0,067-0,133 milimeter dengan panjangnya antara 0.830-1,000 milimeter.Dalam
waktu sekitar 9 hari telur telah mulai menetas.Satu wereng betina tidak
meletakan telur hanya pada satu rumpun padi, tetapi dari beberapa rumpun dan
berpindah-pindah.Larva/nimfa, Telur wereng cokelat menetas menjadi
nimfa.Metamorfosanya sederhana atau bertingkat disebut heterometabola.Serangga
muda mirip induknya. Makanannyapun sama dengan serangga induknya. Nimfa
mengalami lima instar dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
stadium nimfa beragam, tergantung dari bentuk dari bentuk dewasa yang muncul.
Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang secara normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap
kerdil) yaitu wereng cokelat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap
belakang yang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimental.
wereng cokelat mulai bersayap dalam umur sekitar 13 hari. Umumnya wereng
brakiptera bertubuh lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih
panjang.Wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), Merusak dengan cara mengisap
cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Beberapa dari jenis wereng ini
dapat berperan sebagai vector penyebaran penyakit diantaranya penyakit tungro
dan kerdil rumput.
Gejala
serangan
Terjadi perubahan warna pada daun
dan batang tanaman padi yang menjadi kecoklatan.Serangan awal tanaman padi
menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang
tidak mengering menjadi kerdil.tanaman yang telah terserang pada umumnya tidak
dapat tumbuh dengan sempurna serta tanaman tersebut tidak dapat menghasilkan
bulir padi.Pada serangan yang parang petani dapat pemperoleh kerugian hingga
90% artinya petani gagal panen karena tidak adanya bulir padi yang dihasilkan.
Pengendalian
Pengendalian hama ini dapat
dilakukan dengan cara bertanam padi serempak, selain itu perlu dilakukan rotasi
tanaman untuk memutus siklus hidup hama tersebut, langkah awal yang dapat
diterapkan yakni menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64,
Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; kemudian dilakukan penyemprotan BVR
Kepik Hijau (Nezara
viridula)
Klasifikasi
kepik hijau (Nezara viridula)
Kingdom
: Animalia (Hewan)
Filum
: Arthropoda (arthropoda)
Kelas
: Insecta (Serangga)
Order
: Hemiptera
Subordo
: Heteroptera
Family
: Pentatomidae
Subfamily
: Pentatominae
Genus
: Nezara
Species
: Nezara viridula
Bioekologi
Pada pengamatan selanjutnya yaitu Kepik Hijau (Nezara viridula) yang
termasuk Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki ciri-ciri morfologi yang hampir
sama dengan Walang Sangit (Leptocorixa acuta) meliputi mata,
caput, thorax, abdomen, sayap dan rostum (moncong). Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh kedua jenis serangga ini adalah buah padi yang hilang isi
buahnya karena dihisap/dimakan.
Umumnya Ordo Hemiptera memiliki
sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan
menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk
sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih
pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang
antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas
moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa
stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala
(bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet.
Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran
ludah.
Gejala serangan
Gejala serangan
hama kepik hijau menyerang Polong dan biji menjadi mengempis, polong gugur,
biji menjadi busuk, hingga berwarna hitam. Kulit biji menjadi keriput dan
adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan
penghisap polong ini adalah pada stadia pengisian biji. Nimfa dan imago merusak
polong dan biji kedelai dengan cara mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi
pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji
kempis, kemudian mengering. Serangan terhadap polong muda menyebabkan biji
kempis dan seringkali polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pengisian
biji menyebabkan biji menghitam dan busuk(Rioardi, 2009).
Pengendalian
Pengendalian:
Menggunakan musuh alami: jenis tabuhan Ooencyrtus malayensis Ferr. dan
Telenomus sp. merupakan parasit pada telur kepik hijau.
pergiliran tanaman, penanaman serempak, dan pengamatan secara intensif sebelum dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida akan cukup efektif secara ekonomi jika intensitas serangan penggerek polong lebih dari 2 % atau jika ditemukan sepasang populasi penghisap polong dewasa atau kepik hijau dewasa pada umut 45 hari setelah tanam(Pracaya. 2002).
pergiliran tanaman, penanaman serempak, dan pengamatan secara intensif sebelum dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida akan cukup efektif secara ekonomi jika intensitas serangan penggerek polong lebih dari 2 % atau jika ditemukan sepasang populasi penghisap polong dewasa atau kepik hijau dewasa pada umut 45 hari setelah tanam(Pracaya. 2002).
Penggerek Padi (Scirpophaga sp/Chillo suppressalis )
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan :
Animalia
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Superfamili : Pyraloidea
Famili : Crambidae
Upafamili : Schoenobiinae
Genus : Scirpophaga
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Superfamili : Pyraloidea
Famili : Crambidae
Upafamili : Schoenobiinae
Genus : Scirpophaga
Morfologi dan siklus hidup
Ngengat
betina mampu bertelur 100-600 butir. Semua ngengat penggerek padi
meletakkan telurnya secara berkelompok dengan jumlah telur 50-150 butir per
kelompok. Larva keluar dari samping atau atas kelompok telur menembus
lapisan rambut penutup juga dapat keluar dari bawah kelompok telur tersebut
dengan membuat 2-3 lubang untuk menembus daun. Pupa penggerek Scirpophaga
terbungkus oleh kokon berwarna putih dalam ruas batang terbawah dekat bakal
lubang keluar, sedangkan pupa penggerek Chilo dan sesamia
tidak terbungkus dalam kokon. Pupa Chilo dan Scirpophaga
umumnya terdapat dalam pangkal batang beberapa cm di atas permukaan tanah/air,
sedang pupa sesamia terdapat diantara pelepah dan batang.
Gejala serangan
Hama ini menyerang bagian batang padi yang
menyebabkan padi menjadi kuning dan tumbuh abnormal.
Pengendalian
Penyabitan
tanaman serendah mungkin sampai permukaan tanah pada saat panen. Usaha
itu dapat pula diikuti penggenangan air setinggi 10 cm agar jerami atau pangkal
jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati.Apabila diperlukan sebagai
alternatif pada fase vegetatif penggunaan insektisida dapat dilakukan pada saat
ditemukan kelompok telur rata-rata >1 kelompok telur/3 m2 atau intensitas
serangan rata-rata > 5%.Bila tingkat parasitisasi kelompok telur pada fase
awal vegetatif >50% tidak perlu aplikasi insektisida.Pemanfaatan musuh alami
baik parasitoid, predator, maupun patogen.
Keong Emas (Pamocea canaliculata)
Klasifilasi
Klasifikasi Keong mas menurut Cowie (2006) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum :
Mollusca
Classis :Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Subclass : Prosobranchia
Ordo :
Megagastropoda
Familia :
Ampullariidae
Genus :
Pomacea
Speies : P. canaliculata, Pomacea diffusa, Pomacea paludosa,
Pomacea haustrum and Pomacea insularum.
Pomacea haustrum and Pomacea insularum.
Bioekologi
Keong emas mempunyai bentuk cangkang yang bulat dan
melingkar. Cangkangnya tidak mengerucut berdiameter 1,2-1,9
cm, tinggi 2,2-3,6 cm, dan berat 4,2-15,8 g. Cangkangnya berwarna cokelat keemasan dengan tubuh lunak
berwarna putih krem hingga coklat keemasan. Cangkang memiliki bagian suture
yang membentuk sudut 90° di ujung akhirannya. Whorl dihubungkan dengan suture
yang sangat dalam dan bagian ujung konde cangkang yang tumpul.
Bagian perut juga akan terjulur dari cangkang yang
digunakan sebagai alat gerak yang dikenal sebagai kaki perut (gastropoda).
Bagian anterior tubuh terdapat mulut, tampak juga
sepasang tentakel kepala dan tentakel mulut.
Sepasang mata terlihat dibelakang tentakel yang dihubungkan dengan
sistem syaraf . Saluran pencernaan dengan bentuk mengikuti alur lingkaran
cangkang, mulut berhubungan langsung dengan esofagus menuju intestinum dan
berakhir pada kelenjar digestoria. Sistem ekskresi berupa ginjal yang terbagi
menjadi dua yaitu anterior dan posterior. Jantung terletak di bagian anterior
jantung ginjal posterior, sedang sisi anteriornya terdapat palium (Pulmo) dan
ctenidium (branchia) bagian dari sistem respirasinya. Keong mas (Pomacea canaliculata) mengeluarkan telur
dengan warna merah jambu ini diketahui sebagai jenis yang berpotensi
menjadi hama. Keong
mas terdiri dari jantan dan betina, sulit untuk dibedakan antara jantan dan
betina. Menurut para ahli umumnya keong jantan lebih kecil dari betina. Penutup
tubuh pada betina letaknya kedalam (cekung) dari lubang, dibandingkan dengan
penutup tubuh jantan yang melengkung keluar.
Gejala
Biasanya menyerang pada tanaman padi yang masih muda berumur 10 -20 hari, proses penyerangannya lebih banyak beraktivitas malam hari, meninggalkan bekas serangan berupa lendir dan tanaman yang dilewati akan rusak.
Pengendalian
• Secara mekanis
Pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan dengan kayu/bambu. Selain itu bila padi ditanam dengan sebar langsung, selama 21 hari setelah sebar, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya
• Secara fisik
Gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.
• Secara biologis
Pemberian tanaman tingkat rendah seperti lumu dan tidak terlalu banyak memberikan air.
• Secara kimiawi
Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani seperti lerak, deris, dan saponin. Aplikasi pestisida dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul. Telur keong mas berwarna merah muda.
Biasanya menyerang pada tanaman padi yang masih muda berumur 10 -20 hari, proses penyerangannya lebih banyak beraktivitas malam hari, meninggalkan bekas serangan berupa lendir dan tanaman yang dilewati akan rusak.
Pengendalian
• Secara mekanis
Pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan dengan kayu/bambu. Selain itu bila padi ditanam dengan sebar langsung, selama 21 hari setelah sebar, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya
• Secara fisik
Gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.
• Secara biologis
Pemberian tanaman tingkat rendah seperti lumu dan tidak terlalu banyak memberikan air.
• Secara kimiawi
Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani seperti lerak, deris, dan saponin. Aplikasi pestisida dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul. Telur keong mas berwarna merah muda.
Belalang
Kumbara (Lokusta migratoria)
Bioekologi
Belalang kembara termasuk dalam keluarga Acrididae
dan marga Locusta dan mengalami tiga stadia pertumbuhan yaitu stadia telur,
serangga muda (nimfa) dan serangga dewasa (imago). Ketiga
fase perkembangan belalang kembara itu disebut metamorphose sederhana.
Daur hidup belalang kembara rata-rata 76
hari. Stadia telur rata-rata 17 hari dan stadia nimfa 38 hari dimana
instar pertama selama 7 hari, instar kedua 6,5 hari, instar ketiga 6,5 hari,
instar keemapt 7,5 hari dan instar terakhir selama 10,5 hari. Masa
serangga dewasa hingga siap kawin 11 hari dan masa sejak kawin hingga bertelur
yang pertama 10 hari atau masa pra bertelur 21 hari. Masa aktif bertelur
sejak meletakkan telur pertama sampai mati rata-rata selama 63 hari. Umur
belalang betina dan jantan dewasa sampai mati rata-rata 60 hari sampai 92
hari. Waktu antara peletakkan telur sampai peletakkan telur pertama oleh
keturunan berikutnya berkisar antara 70 sampai 110 hari dengan lama hidup
belalang dewasa mencapai 160 hari.
Anjing
tanah (Gryllotalpa
sp)
Ordo
: Orthoptera
Famili
:
Gryllotalpidae
Spesies
: Gryllotalpidae
Bioekologi
Anjing
tanah adalah serangga berukuran
sedang, berwarna coklat terang hingga gelap, memiliki kulit pelindung yang
tebal yang hidup di dalam tanah, dengan sepasang tungkai depan
termodifikasi berbentuk cangkul untuk
menggali tanah dan berenang. Orang Jawa menyebutnya orong-orong, di tanahSunda disebut gaang, sementara dalam bahasa Toba disebut singke. Dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai mole cricket, atau
"jangkrik tikus mondok". Semua anggotanya termasuk dalam keluarga Gryllotalpidae.
Serangga yang kadang-kadang ditemukan berlari cepat di sudut pekarangan ini
dapat pula terbang hingga sejauh 8 km dalam musim kawin. Hewan muda
memiliki sayapyang
pendek. Hewan ini aktif pada malam hari (nokturnal) dan pada musim dingin
melakukan hibernasi. Pada musim kawin hewan ini dapat
menghasilkan suara melalui mekanisme mirip jangkrik (dengan
organ stridulasi), namun dengan suara yang jauh berbeda. Suaranya bersifat
monoton, tanpa jeda, dan amat mengganggu pendengaran. Bila lubang
persembunyiannya didekati, ia akan berhenti bersuara namun akan memulai lagi
begitu merasa gangguan berlalu.
Anjing tanah memakan segala, meskipun pada dasarnya
ia adalah karnivora. Menunya adalah larva-larva
serangga lain atau cacing. Bila kekurangan makanan ia akan memakan akar dan
rumput-rumputan. Akibat tindakan yang terakhir ini anjing tanah kadang-kadang
digolongkan sebagai hama tanaman.
Pemangsanya bermacam-macam, mulai dari burung, ayam, tikus, segung,
hingga rubah.
Daur hidup anjing tanah: Anjing tanah adalah hewan
yang agak jarang terlihat karena lebih suka bersembunyi dalam lubang dan aktif
pada malam hari mencari makan. Habitat yang disukai adalah ladang yang
kering, pekarangan, serta lapangan
rumput. Hewan ini dapat ditemukan di semua tempat, kecuali daerah dekat kutub
bumi.Perannya dalam kehidupan manusia tidak terlalu penting. Hewan ini
kadang-kadang digolongkan sebagai hama karena perilakunya merusak perakaran
atau juga memakannya. Di Asia Timur hewan ini kadang-kadang digoreng dan
disantap. Pemelihara burung juga menjadikan orong-orong sebagai bagian pakan
hidup. Sekresi yang dihasilkan orong-orong di Cina menjadi bahan pengobatan,
dan sekarang mulai diteliti khasiatnya secara farmasi.
Anjing tanah di beberapa tempat berstatus terancam
punah karena peralihan habitat dan erosi tanah. Pembasmian akibat dianggap hama
juga mengganggu kehidupannya.
Selain sepasang tungkai depannya yang besar dan
bergerigi, anjing tanah mempunyai bentuk kepala khas yang besar dan bercangkang
keras. Hewan ini juga memiliki sepasang
sayap kecil. Warna tubuhnya mulai dari kecoklatan hingga hitam dengan panjang
tubuh berkisar antara 27-35 mm. Sekilas tampang serangga ini memang menakutkan
dan primitif. Tidak menherankan, karena diperkirakan anjing tanah (mole
cricket) telah ada sejak 35 juta tahun silam.
Orong-orong atau anjing tanah merupakan
hewan nokturnal yang beraktifitas di malam hari. Hewan ini juga mampu
mengeluarkan suara melalui organ stridulasi seperti jangkrik, meskipun suaranya
terdengan lebih monoton ketimbang jangkrik. Anjing tanah mengeluarkan suaranya
dari dalam lubang persembunyian atau rumah yang berupa terowongan di dalam
tanah. Anjing Tanah.
Morfologi/Bioekologi :Orong – orong tinggal
dibawah permukaan tanah. Imago menyerupai jengkrik, panjang kira – kira 3 cm,
dan berwarna merah tua. Mempunyai sepasang kaki depan yang kuat untuk
melindungi diri, dan terbang pada malam hari. Telur berwarna putih
kekuning – kuningan, diletakkan pada sel – sel keras yang dibuat dari tanah.
Didalam satu sel terdapat 30 – 50 butir telur. Nimfa seperti serangga dewasa,
tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat polifag, mamakan akar, umbi,
tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu daun. Lamanya daur hidup 3 – 4
bulan.
Gejala
Hama
ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman bawang pada fase penanaman ke dua
atau sekitar umur tanaman kira – kira 1 – 2 minggu setelah tanam. Serangan
ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman rusak, bahkan pada umbi
kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak beraturan.
Pengendalian
Kultur
Teknis Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi
serangan Gryllotalpa sp. Menjaga kebersihan kebun (sanitasi) dapat
mengurangi serangan Gryllotalpa sp.Fisik/MekanikPemasangan umpan
beracun yang terdiri dari 10 kg dedak dicampur dengan 100 ml insektisida yang
dianjurkan kemudian campuran tersebut diaduk secara merata dan disebar diatas
bedengan pertanaman pada senja hari. BiologiPemanfaatan musuh alami seperti
predator Chlaenius, Labidura riparia, parasitoid Neothrombium
gryllotalpae , dan pathogen serangga Beauveria bassiana,
Paecilomyces sp.
Binatang yang sering ditemukan di pemukiman ini
ternyata mempunyai kemampuan terbang yang jauh. Orong-orong mampu terbang
sejauh 8 km ketika sedang berusaha mencari pasangan kawin. Anjing tanah merupakan binatang
karnivora yang memakan larva-larva serangga lain dan cacing tanah. Namun sering
kali orong-orong juga memakan akar, tunas-tunas tanaman, dan rerumputan.
Pemangsa alami orong-orong bermacam-macam, mulai dari burung, ayam, tikus, sigung, hingga rubah(Jumar. 2007).
Tikus (Rattus argentiventer)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Genus : Ratus
Spesies : Rattus argentiventer Rob dan Kloss
Bioekologi
Tikus
sawah atau Rattus argentiventer Rob dan Kloss merupakan hama utama tanaman padi dari golongan
mamalia, yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan jenis hama
utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi
mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap dipanen, dan bahkan menyerang
padi di dalam gudang penyimpanan. Secara umum tikus
betina memasuki umur dewasa seksual pada usia 3 bulan dan dapat beranak 4 kali
dalam setahun. Masa kehamilannya hanya sekitar 21 hari, dengan rata-rata
kelahiran anak sebanyak 6 ekor ( 2 s/d 18 ekor). Sehingga secara teoretis,
sepasang tikus dewasa secara seksual dapat
melahirkan anak rata-rata 6 ekor/kelahiran (3 jantan dan 3 betina) maka pada
bulan ke 13 akan menghasilkan sejumlah 2046 tikus
Gejala
Tikus dapat beradaptasi
dengan baik pada berbagai agroekosistem, baik lahan sawah irigasi, lahan sawah
tadah hujan/lahan kering, maupun lahan sawah rawa pasang surut. Tikus sawah
tergolong binatang pemakan dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan (omnivora),
sehingga juga berperan sebagai hama pada tanaman hortikultura, perkebunan dan
hama gudang. Tikus sawah juga diketahui sebagai vektor penyebab penyakit
berbahaya pada manusia dan binatang ternak. Tikus juga dapat bereaksi dan
bertingkah laku seperti manusia, jika dia memakan suatu jenis makananan yang
ditemukannya dan setelah itu menimbulkan sakit perut perut maka tikus akan jera
dan tidak akan mau makan lagi.
Pengendalian
Beberapa
faktor penyebab kurang berhasilnya pengendalian tikus oleh petani antara lain:
1. Monitoring terhadap keberadaan hama tikus oleh petani
masih kurang, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mengantisipasi
pengendalian,
2. Pemahaman petani terhadap berbagai aspek sifat-sifat
biologis hama tikus dan teknologi pengendaliannya masih lemah,
3. Kegiatan pengendalian
belum terorganisir dengan baik (masih sendiri-sendiri), dan tidak
berkelanjutan,
4. Ketersediaan sarana pengendalian masih terbatas dan
5. Masih banyak
petani yang mempunyai persepsi “mistis” terhadap tikus yang dapat menghambat
pelaksanaan pengendalian.
3.2.2 Hama Jagung
Penggerek Tongkol (Helicoperva
armigera Hbn)
Klasifikasi
Nama umum : penggerek tongkol jagung
Nama ilmiah : Heliothis
armigera
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Bioekologi
Berdasarkan morfologi larva, serangga ini dibagi atas 4
species yakni H. armigera, H. punctigera, H. rubrescens dan H.
assulta (Kirkpatrick, 1961), sedangkan berdasarkan larva dan bentuk sklerit
bagian dorsal ruas abdomen I, Stanley (1978) mengelompokkannya menjadi 2
species yakni H. armigera dan H. punctigera. Mitter et.al (1993)
membagi atas 4 kelompok besar berdasarkan analisis filogenetik dan
morfologinya.
Telur.
Menururt Jayaraj (1981), telur serangga bentuknya hampir bulat dengan bentuk
datar pada bahagian bawahnya berwarna bening dan berubah menjadi
kuning-keputihan lalu menjadi coklat gelap sebelum menetas. Ukuran telur
bervariasi antara 0.4-0.55 mm. Telur diletakkan pada malam hari tepatnya akhir
malam dan umumnya sesudah pukul 21.00 tengah malam. Pada beberapa tanaman,
telur diletakkan satu per satu pada bahagian bawah daun sepanjang tulang daun
dan terkadang pula ditemukan pada bunga dan antara bunga dengan calyxnya. Lama
stadia telur bergantung pada kondisi suhu, pada suhu 18 - 28 0C telur H. armigera dapat
menetas dalam kurun waktu 10-18 hari setelah peletakan telur, akan tetapi bila
suhu rata-rata mencapai 27 0C, penetasan dapat berlangsung lebih
cepat yakni antara 3-4 hari setelah peletakan telur (Setiawati, 1991; Elena,
1988). Serangga ini meletakkan telur terlebih dahulu melakukan orientasi yang
mencakup pencarian inang, penemuan inang, hinggap, mengevaluasi permukaan
tempat bertelur dan penerimaan inang. Dalam masa orientasi, serangga ditutun
oleh adanya sinyal kimiawi volatile dari tanaman yang bersifat menarik serangga
untuk hinggap (atractant) (Renwick dan Chew, 1994). Senyawa tersebut menurut
Liu et.al (1988) adalah dari jenis 4-hexen-1-ol acetat, 2-2-dimethyl
hexanol, dan 2-hexenal. Selain
itu, tekstur permukaan juga dapat menjadi pilihan serangga dalam proses
peletakan telur. Pada H. armigera
dan H. punctigera tekstur permukaan yang kasar dan berambut sangat
disukai karena serangga dewasa dapat berpijak dengan baik dan telur tidak mudah
lepas (Cullen, 1969; Hassan, 1985).
Larva. Umumnya
terdapat 6 instar larva, akan tetapi pada kondisi musim dingin ketika
perkembangan larva menjadi panjang, stadia larva dapat mencapai 7 instar bahkan
pernah ditemukan di Rhodesia Selatan (Pearson dan darling,1958; dalam
Jayaraj, 1981). Larva yang baru menetas
berwarna kekuning-kuningan dengan garis longitudinal berwarna kuning orange.
Kepala, torak, anal dan kaki berwarna coklat. Larva yang tumbuh sempurna
berukuran panjang 35-44 mm dengan warna body secara menyeluruh nampak hijau
pucat dengan garis patah pada sisi bodynya dan membujur lurus pada bahagian
atas (Jayaraj, 1981). Perkembangan stadia larva tergantung pada indeks
pertumbuhan tanaman inang. Pada tanaman kapas dan tomat perkembangannya lebih
cepat dibanding tanaman lain. Pada tanaman kapas dan jagung, larva dapat
mencapai 6 instar dengan stadia perkembangan 25,1 hari, sedang pada kacang
buncis segar tercatat hanya 5 instar (Elna, 1988; Setawati, 1991; Sing dan
Rembold, 1988). Temperatur sangat berpengaruh terhadap lama perkembangan dari
larva. Di California bervariasi antara 21-40 hari, di Ohio 18-51 hari, dan di
Punjab (India) 8-12 hari pada inang yang sama (Wilcox et.al, 1956; Sing
dan Sing, 1975; dalam Jayaraj,
1981), sedangkan di lembah pada suhu 18 0 - 26 0 C, lama
perkembangan berkisar antara 52-82 hari (Setiawati, 1991).
Pupa.
Panjang pupa adalah antara 14-18 mm, pupa berwarna kekuning-kuningan, kemudian
akan berubah menjadi kuning-kecoklatan dan berwarna coklat menjelang pupa akan
berubah menjadi serangga dewasa. Pupa yang jantan secara morfologis berbeda
dari yang betina, yakni ditandai dengan adanya celah segitiga pada ruas abdomen
terakhir (untuk pupa betina) dan adanya celah membulat pada yang jantan. Stadia
larva bervariasi antara 15 - 21 hari (Setiawati, 1995).
Imago.
Serangga yang dewasa mempunyai kebiasaan meletakkan telur pada malam hari yang
diletakkan pada jambul dari tongkol tanaman jagung. Stadia umur keluarnya
rambut tongkol berpengaruh terhadap preferensi peletakan dan yang paling
disukai adalah rambut tongkol yang berumur 5 hari. Sifat fisik tanaman seperti
warna rambut tongkol tidak significant berpengaruh terhadap preferensi serangga
dalam meletakkan telur, akan tetapi yang paling dominan adalah adanya senyawa
volatile tanaman yang sifatnya menarik serangga dewasa untuk hinggap
(Kamandalu, et.al.,1997); Renwick dan Chew, 1994; Liu et.al.,1988).
Kemampuan serangga dewasa dalam meletakkan telur tergantung pada jenis makanan
yang dikonsumsinya, sedangkan Nonci et.al (1997) mengemukakan bahwa
kemampuan serangga dewasa meletakkan telur tergantung kondisi stadia tanaman.
Bedjo (1990) mencatat produksi telur seekor serangga dapat mencapai 100-114
butir pada makanan buatan lebih tinggi dari makanan alami, sedangkan Nonci
et.al (1997) mencatat produksi telur yang ditemukan pada fase generatif
lebih tinggi dari fase vegetatif tanaman dan yang tertinggi ditemukan pada 6, 7
dan 8 minggu setelah tanaman yakni pada pertanaman I, II dan III.
Pengendalian
Pengendalian hama penggerek
tongkol ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan :
1.
Parasitoid, seperti Trichogramma spp. yang
merupakan parasitoid telur, dan
Eriborus argentiopilosa parasit pada larva muda, atau dengan menggunakan lalat
tabuhan,
2.
Menggunakan
jamur patogen/cendawan, seperti Metarhizium
anisopliae menginfeksi larva,
5.
Kultur teknis, pengolahan tanah secara sempurna akan
merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
6.
Kimiawi, untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan
insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol dan
diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.
Penggerek batang (Ostinia furnacalis)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fylum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo : lepidoptera
Family : pyralidae
Genus : Ostrinia
Spesies :Ostrinia
furnacalis
Tipemulut : Penggigit Pengunyah (mandibulata)
Metemorfosis : Holometabola (sempurna)
Bioekologi
Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan
salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu
diwaspadai.
Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20-80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang.
Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20-80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang.
Telur O. Furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur berlangsung 3-4 hari.
Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3-7 hari. Stadium pupa berlangsung 7-9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2-7 hari sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27-46 hari dengan rata-rata 37,50 hari.
Pengendalian
Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo/famili Hymenoptera/ Ichneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56-89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1-6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larva O. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya.
Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo/famili Hymenoptera/ Ichneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56-89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1-6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larva O. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya.
3.2.3 Hama Kedelai
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Divisio : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura
Bioekologi
Spodoptera
adalah ngengat
yang termasuk dalam suku Noctuidae.
Larvanya
(ulatnya) dikenal sebagai hama
yang sangat merusak. Ulat
yang tidak berbulu oleh awam biasa disebut ulat tentara atau ulat
grayak.
Ulat
grayak (Spodoptera litura) merupakan
salah satu hama yang menyerang tanaman cabai. Ulat grayak (Spodoptera litura) menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan
pada siang hari berada di dalam tanah. Pada umumnya, ulat grayak menyerang satu
tanaman secara bersama-sama sampai seluruh daun tanaman tersebut habis, baru
kemudian ke tanaman lain. Ulat ini berumur 20 hari selama hidupnya menyerang
tanaman.
Biologi (Ciri-ciri Karakteristik) Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura,
memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor
serangga betina jenis ini dapat bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok
300 butir. Serangga ini sangat aktif pada malam hari, sementara pada siang hari
serangga dewasa ini diam ditempat yang gelap dan bersembunyi.
Larva Spodoptera litura memiliki
jumlah instar 5 dengan ukuran instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 -
50 mm berwarna coklat sampai coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan
berumur 20 - 26 hari. Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat
2 garis coklat muda.
Ciri khas ulat grayak ini adalah
terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam
dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Sedangkan ulat dewasa
berwarna abu-abu gelap atau cokelat. Larva akan menjadi pupa (kepompong) yang
dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu
berkisar antara 30 hari hingga 61 hari. Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah larva (ulat)
karena menyerang secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar untuk
menunjang metamorfosisnya. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman (polifag),
termasuk menyerang tanaman cabai.
Gejala
Hama ulat grayak menyerang daun dan buah
cabai. Serangannya ditandai dengan daun-daun yang terlihat berwarna agak putih,
karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian atas. Bagian daging daun
sebelah bawah telah dimakan oleh ulat ini. Pada awal serangan daun terlihat
berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama ini
menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang
berlubang dan meranggas. Pada serangan parah, biasanya terjadi saat musim
kemarau, menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat. Serangan ulat yang masih
kecil mengakibatkan bagian daun tanaman cabai yang tersisa tinggal epidermis bagian
atas dan tulang daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan
berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul.
Ulat grayak disebut juga dengan nama
ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman
cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di
dalam tanah. Hama ini bersifat polifag (mempunyai kisaran inang yang cukup
luas). Jika daun suatu tanaman rusak, maka tanaman tidak dapat fotosintesis dan
tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
Pengendalian secara terpadu
terhadap hama ini dapat dilakukan dengan carsebagaiberikut.
a.
Pengendalian dilakukan secara mekanis,
yaitu mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya kemudian langsung membunuhnya.
Dapat pula dilakukan dengan pemangkasan daun yang telah menjadi sarang telur
ngengat dan membakarnya
b.
Pengendalian dilakukan secara biologis, yaitu dengan cara menyemprotkan Bacillus thuringienis atau Borrelinavirus litura
c.
Pengendalian dilakukan secara kultur
teknis , yaitu menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman
yang menjadi tempat persembunyia hama, serta melakukan rotasi tanaman.
d.
Pengendalian dilakukan secara kimiawi, yakni sebagai berikut.
1.
Pemasangan sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex
pheromone merupakan aroma yag dikeluarkan oleh serangga betina dewasa yang
dapat menimbulkan rangsangan seksual (birahi) pada serangga jantan dewasa untuk
menghmapiri dan melakukan perkawinan sehingga membuahkan keturunan. Sex phermne
ini berasal dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama “Ugratas” (Ulat Grayak
Beratas Tuntas) berwarna “merah”. Sex pheromone ini sangat efektif untuk
dijadikan perangkap kupu-kuu dewasa dari ulat grayak (S. litura). Cara pemaagan Ugratas merh in adalah dimasukkan ke
dalam botol bekas Aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil untuk tempat
masuknya kupu-kupu janta. Satu hektar kebun cabai cukup dipasang 5 buah hingga
10 buh Ugratas merah dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi di atas
tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini ±tiga minggu dan tiap malam
bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaa Ugratas
ini, antara lain, adalah aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak negatif
tehadap lingkungan, dapa meekan penggunaan insektisida tidak menimbulkan
kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkembangan hama tersebut.
2.
Penyemprotan insektisisda yang mangkus dan sangkil seperti Hostathion 40EC
2 cc/lt atau Orthene 75 SP 1 gr/lt. dapat pula dengan menggunakan pestisida
yang lain, misalnya Azodrin, Curracron 500 EC, Exalux 25 EC, dan lain-lain
3.
Pembuatan perangkap ulat grayak, yaitu dengan cara pembuatan parit
sepanjang sisi kebun dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang masuk
ke dalam parit dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan maju
mundur di atas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau
bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati.
4.
Pembersihan gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan
berembunyi ngengat dan ulat.
5.
Pengolahan tanah secara baik sehingga dapat membunuh kepompong ulat grayak
yang bersembunyi di dalam tanah.
Lala bibit (Opiomya paseoli)
Bioekologi
Imago sangat aktif terbang dan sangat
tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan
tanah. Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari
dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Imago kecil dengan
ukuran panjang 2,5 mm sampai 4,5 mm.
Telur mulai diletakkan oleh Imago
betina tiga sampai lima hari setelah kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22
butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago betina meletakkan selama tiga sampai
tujuh hari, diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, diletakkan
dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan
selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap.
Gejala
Serangan :
Serangan terjadi pada tanaman yang baru tumbuh (1-2 minggu setelah tanam).
Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Serangan terjadi pada tanaman yang baru tumbuh (1-2 minggu setelah tanam).
Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pengendalian
Penghisap polong (Riportus linearis)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili :
Coreoidea
Genus :
Riptortus
Spesies :Riptortus
linearis
Bioekologi
Siklus hidup R.
linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar, dan
stadium imago. Imago berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan
garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Imago datang pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga
dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun.
Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4– 47 hari. Imago
jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping
dengan panjang 11– 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13–14 mm.
Telur R. linearis berbentuk
bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter 1,20 mm. Telur
berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram. Setelah 6–7 hari,
telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari (Gambar 1c). Pada
stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali.
Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur.
Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm,
instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali
1976 dalam Prayogo dan Suharsono,
2005). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai
dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya.
Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap
perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh
letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Gejala serangan
Kepik
menyerang dengan cara menghisap polong
sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan
gugur. Sedangkan polong tua yg diserang kepik ini menyebabkan biji keriput dan
berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan membusuk.
Pengendalian
Penggunaan musuh
alami
Penggunaan
pestisida sesuai aturan
Kutu
Daun
·
Aphis
glycine
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphidiciae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid glycine
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphidiciae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid glycine
Bioekologi
Sifatnya
partenogenesis, yaitu telurnya berkembang menjadi nimfa tanpa terjadi
pembuahan, kemudian dilahirkan oleh induknya.Lama hidupnya
antara 13 – 18 hari dengan 4 – 8 kali instar.Nimfa yang baru terbentuk langsung mengisap cairan tanaman
secara bergerombol.Nimfa dewasa berwarna hitam dan berkilau.
Antenenya lebih pendek dari pada abdomen.Betina menjadi dewasa setelah berumur 4
– 20 hari. Panjang tubuh yang bersayap rata-rata 1,4 mm dan yang tidak bersayap
rata-rata 1,5 mm. Mulai menghasilkan keturunan pada umur 5 – 6 hari dan
berakhir sepanjang hidupnya.
Gejala serangan
Stadia yang merusak adalah nimfa dan imago yang
umumnya mengisap pada bagian daun permukaan bawah, kuncup, batang muda. Tanaman
yang terserang akan terhambat pertumbuhannya menjadi lemah dan kehilangan warna
daun, mengkerut dan akhirnya menyebabkan penurunan hasil produksi. Serangan
berat pada fase pembungaan atau pembentukan polong dapat menurunkan hasil
panen. Selain itu, kutu daun kacang juga merupakan vektor penyakit virus (CAMV).
Pengendalian
·
Penanaman tanaman yang resisten.
·
Penggunaan musuh alami
seperti Coleoptera, Harmonia arcuata, dan dari ordo Diptera.
·
Penggunaan pestisida
dengan tepat
·
Benicia tabaci
Kepik hijau (Nezara viridula)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia (Hewan)
Filum :
Arthropoda (arthropoda)
Kelas :
Insecta (Serangga)
Order :
Hemiptera
Subordo :
Heteroptera
Family :
Pentatomidae
Subfamily :
Pentatominae
Genus :
Nezara
Species :
Nezara viridula
Bioekologi
Serangga dewasa biasanya berwarna
hijau yang merata pada seluruh tubuh, tetapi kadang-kadang berwarna kuning pada
bagian kepala dan protorak, dan jarang sekali yang seluruh tubuhnya berwarna
kuning. Tubuhnya berbentuk segilima seperti perisai, panjang tubuh sekitar
1-1.5 cm dan kepalanya bersungut. Di punggungnya terdapat 3 bintik berwarna
hijau. Sedangkan nimfanya (kepik muda) memiliki warna berbeda-beda tergantung
perkembangan instarnya. Pada awalnya berwarna coklat muda, kemudian berubah
menjadi hitam dengan bintik-bintik putih. Selanjutnya warna berubah menjadi
hijau dan berbibtik-bintik hitam dan putih.
Kepik betina dewasa bertelur pada permukaan bawah daun dan jumlahnya mencapai
1100 butir selama hidupnya.. Telurnya berwarna kekuningan, kemudian berubah
menjadi kuning, tetapi menjelang menetas warnanya berubah menjadi kemerahan
(merah bata). Telur berbentuk oval agak bulat seperti tong. Periode telur 4-6
hari. Perkembangan dari telur sampai menjadi serangga dewasa kurang lebih
selama 4-8 minggu.
Gejala serangan
Pada batang terdapat bekas tusukan atau hisapan
kepik. Pada buah tanaman padi yang
diserap memiliki noda bekas isapan atau tusukan
Pengendalian
·
Tanam serempak
dalam tidak lebih dari 10 hari.
·
Pergiliran tanaman
bukan inang.
·
Pengumpulan
kepik dewasa ataupun nimfa untuk dimusnahkan.
·
Menjaga
kebersihan lahan dari tanaman penganggu atau gulma.
·
Menggunakan
pestisida apabila serangan telah melampaui batas ambang kendali.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Serangga
yang banyak menyerang tanaman pangan adalah jenis serangga yang berasal dari
ordo Hemiptera.
2.
Ordo
dari suatu hama akan mempengaruhi tipe penyerangan hama terhadapa budidaya
pertanian.
3.
Dasar
pengklasifikasian hama hama berdasarkan jumlah dan tipe sayap.
4.
Gejala
yang ditimbulkan akibat serangan hama akan berbeda dari satu hama dengan hama
lainnya.
5.
Pengendalian
hama juga tergantung pada jenis kerusakan yang ditimbulkan.
6.
Pengendalian
Hama Terpau (PHT) merupakan salah satu cara pengendalian ramah lingkungan dan
meminimalisir dampak kerusakan ekonomi pertanian.
DAFTAR
PUSTAKA
Borror, J.D. dkk. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga(terjemah). Yogyakarta : UGM Press
Devisi Pengembangan Produksi Pertanian, 1973. Panduan Bercocok Tanam Palawija . Dapartemen
Pertanian. Jakarta
Gibb, T.J dan Osteo,
C.Y. 2006. Arthropod Collection
and Identification Field and
Laboratory Techniques. USA : Elsevier
Kalshoven, L.G.E.
1987. Insec Pests of Field Corn in The
Philippines. Revised and Translated by P.A vab Der Laan. P.T.
Ictiar baru- Van Hoeve. Jakarta. 701.
hal
Indriyani. I.G.A.A,
Subiyakto dan A.A.A Ghotama. 1990. Prospek
NPV untuk Pengendalian Ulat
Buah Kapas Helicoverta armigera dan Ulat Grayak S. litura. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Dapartemen Pertanian. Jakarta
Mardiningsih, Tri.
L dan Barriyah Barimbing. 1995. Biologi
S.litura F. Pada Tanaman
Kemiri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tantangan En
HAMA-HAMA TANAMAN PANGAN
(Laporan Praktikum
Pengendalian Hama Tumbuhan)
Oleh
Diana Novitasari
1314121045
LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pangan merupakan
kebutuhan pokok manusia untuk melanjutkan kehidupannya di muka bumi. Sebagai
salah satu kebutuhan primer manusia disamping sandang dan papan, kebutuhan akan
pangan menjadi penting untuk diperhatikan. Pada jaman dahulu manusia memenuhi
kebutuhannya akan pangan dari berburu hewan dan mengumpulkan bahan makanan dari
hutan. Kebutuhan pangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menuntut
diterapkannya teknik budidaya tanaman pangan yang tepat dan benar, karena dengan
teknik budidaya yang tepat dan benar diharapkan hasil tanaman pangan akan
meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat.
Tanaman pangan merupakan
tanaman yang semusim, yang mempunyai jangka waktu panen antara 3 bulan atau
lebih sesuai dengan jenis tanaman yang ditanami dan memberikan nilai ekonomi yang baik bagi
petani. Tetapi tanaman pangan juga
membawa dampak yang merugikan petani, karena jangka waktu menanam yang tidak
serempak (Suwono, 2007).
Hama adalah suatu organisme yang merusak tanaman dan dapat menimbulkan
kerugian secara ekonomis. Dari berbagai filum di atas, yang paling banyak
berperan sebagai hama adalah serangga. Serangga memiliki tiga bagian tubuh yang
utama yaitu keoala (Caput), dada (Thorax), dan perut (Abdomen).
Hama Tanaman Pangan merupakan hama yang menyerang tanaman pangan baik
secara kualitas maupun kuantitas, sehingga menimbulkan kerugian ekonomis bagi
manusia.
Serangga merupakan hama yang paling banyak jenisnya dan paling banyak
menyerang tanaman pertanian. Gejala serangan yang disebabkan hama tanaman
pangan yaitu dapat merugikan secara eksernal maupum internal (Indriyani, 2009).
Oleh karena itu dilakukannya praktikum pengenalah hama-hama tanaman pangan
agar mahasiswa lebih faham macam-macam hama tanaman pangan.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
macam-macam hama tanaman pangan
2.
Mengetahui
bioekologi, perilaku menyerang dan pengendaliannya.
II. METODELOGI
PRAKTIKUM
2.1
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah papan, alat tulis menulis,
dan kertas hvs.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ulat grayak ( Spodoptera litura), walang sangit (Leptocorixa
acuta), wereng coklat (Nilavarvata lugens), kepik hijau (Nezara
viridula L.), belalang
kumbara (Lokusta migratoria),
penggerek batang padi (Chilo
suppressalis),keong emas (Pamocea
canaliculata) , anjing tanah (Grillopalta
sp).
2.2 Waktu dan Temapat
Pelaksanaan praktikum tentang Pengenalan Serangga Hama Tanaman Pangan ini
dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Pada tanggal 25 Maret 2015, pada pukul 15.00 - 17.00 WIB.
2.3 Cara Kerja
1.
Mendengarkan
yang disampaikan asisten mengenai jalannya praktikum dan mencatatnya.
2.
Mengamati
spesimen yang telah disediakan
3.
Menggambar
spesimen dan keterangan dari masing-masing spesimen.
3.2
3.2 Pembahasan
3.2.1 Hama Padi
Dalam
praktikum kali ini dilakukan identifikasi hama penting tanaman pangan adalah ulat grayak ( Spodoptera
litura), walang sangit (Leptocorixa acuta), wereng coklat (Nilavarvata lugens), kepik hijau (Nezara viridula L.), belalang kumbara (Lokusta migratoria), penggerek batang padi (Chilo suppressalis),keong emas (Pamocea
canaliculata) , anjing tanah (Grillopalta
sp).
dengan
cara mengamati hama kemudian digambar selanjutnya dicari klasifikasi ilmiah,
siklus hidup, morfologi, gejala serangan dan pengendaliannya.
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Klasifikasi
Ordo: Lepidoptera
Famili: Noctuidae
Genus: Spodoptera
Spesies: Spodoptera litura
Ordo: Lepidoptera
Famili: Noctuidae
Genus: Spodoptera
Spesies: Spodoptera litura
Nama local:
ulat grayak
Nama latin: Spodoptera litura
Nama latin: Spodoptera litura
Bioekologi
Morfologi
Pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna
hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya. Telur diletakkan
berkelompok 100 – 300 butir/kelompok. Kelompok telur biasanya berbentuk oval
dan ditutupi rambut-rambut (sisik) berwarna cokelat. Larva terdiri-dari 6
instar. Imago berwarna cokelat dan aktif pada malam hari. Siklus hidup: lebih
kurang 4 – 5 minggu, Telur: 3 – 6 hari, Larva: 15 –
21 hari, Pupa: lebih kurang 12 hari.
Ekologi:
Pada siang hari, ulat bersembunyi dalam tanah, sedangkan pada malam hari
menyerang tanaman. Hama ini suka bersembunyi di tempat yang lembab.
Gejala
kerusakan tanaman akibat serangan ulat ini adalah daun tanaman habis (hanya
tersisa tulang daun), polong muda rusak, atau seluruh tanaman rusak. Gejala
yang nampak tergantung pada jenis tanaman yang diserang dan intensitas serangan
larva muda serta larva dewasa.
Pengendalian:
Mekanis: telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya
Pengendalian secara biologis menggunakan musuh alami berupa Bacillus thuringiensis. Sedangkan pengendalian dengan bahan kimia mengguanakan insektisida dan sanitasi merupakan cara PHT yang dapat diambil dalam mengendalikan ulat garayak.
Mekanis: telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya
Pengendalian secara biologis menggunakan musuh alami berupa Bacillus thuringiensis. Sedangkan pengendalian dengan bahan kimia mengguanakan insektisida dan sanitasi merupakan cara PHT yang dapat diambil dalam mengendalikan ulat garayak.
Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisa acuta
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Spesies : Leptocorisa acuta
Author :Thunberg
Bioekologi
Pada pengamatan selanjutnya yaitu Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
yang termasuk Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki ciri-ciri morfologi yang
meliputi mata, caput, thorax, abdomen, sayap dan rostum (moncong). Gejala
serangan yang ditimbulkan oleh kedua jenis serangga ini adalah buah padi yang
hilang isi buahnya karena dihisap/dimakan.
Umumnya Ordo Hemiptera memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies
ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan
pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap
belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian
kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut
pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat
pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut
muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas
memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran,
yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Gejala Serangan
Serangga
betina menghasilkan 100-200 telur, yang diletakkan pada daun
bendera padi. Nimfanya berwarna hijau, yang
berangsur-angsur menjadi coklat, dan mengalami ganti kulit 5 kali. Stadia nimfa
terjadi selama 17-27 hari. Pada kondisi yang cocok, imago
dapat hidup hingga 115 hari. Nimfa dan imago menyerang buah
padi yang matang susu dengan cara menghisap cairan buah, sehingga buah menjadi
hampa. Pada
bekas tusukannya, timbul suatu bercak-bercak putih yang disebabkan cendawan Helminthosporium.
Pengendalian
Cara
mengendalikannya adalah dengan penanaman secara serentak, sanitasi pada tanaman yang diserang, atau
dengan penyemprotan insektisida
menurut dosis anjuran (Rioardi, 2009).
Salah satu pengendalian berdasarkan perilaku walang sangit sangat tertarik pada bau-bauan yang dikandung tanaman Lycopodium sp dan Cerapodium sp. Walang sangit juga tertarik dengan bau busuk bangkai terutama bau busuk pada bangkai kepiting dan siput. Ketertarikan ini dapat digunakan sebagai dasar tindakan pengendalian walang sangit. Dibuatlah suatu alat perangkap khusus terbuat dari botol plastik dan didalamnya diberi bangkai kepiting/siput yang diikat menggantung dan dibawahnya diberi larutan sabun. Selanjutnya digantung di tiang bambu dengan jarak 3-5m. Dengan cara ini diharapkan walang sangit akan tertarik pada bau busuk dari bangkai tersebut dan selanjutnya masuk kedalam botol. Saat sudah terperangkap walang sangit tidak dapat keluar dan akan mati didalam botol.pengendalai cara ini cukup efektif , murah dan efisien (Devisi Pengembangan Produksi Pertanian,1973).
Wereng Cokelat (Nillaparvata lugens)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan :
Animalia
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
Bioekologi
Masa
prapenelurannya 3-4 hari untuk brakiptela (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk
makroptera (bersayap panjang) .Telur biasanya diletakan pada jaringan pangkal
pelepah daun.Tetapi, kalau populasinya tinggi, telur diletakan di ujung pelepah
daun dan tulang daun.Telur diletakan berkelompok, satu kelompok telur terdiri
dari 3-21 butir.Bentuk telur wereng coklat lonjong agak melengkung berdiameter
0,067-0,133 milimeter dengan panjangnya antara 0.830-1,000 milimeter.Dalam
waktu sekitar 9 hari telur telah mulai menetas.Satu wereng betina tidak
meletakan telur hanya pada satu rumpun padi, tetapi dari beberapa rumpun dan
berpindah-pindah.Larva/nimfa, Telur wereng cokelat menetas menjadi
nimfa.Metamorfosanya sederhana atau bertingkat disebut heterometabola.Serangga
muda mirip induknya. Makanannyapun sama dengan serangga induknya. Nimfa
mengalami lima instar dan rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
stadium nimfa beragam, tergantung dari bentuk dari bentuk dewasa yang muncul.
Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa bentuk pertama adalah
makroptera (bersayap kerdil) yaitu wereng cokelat yang mempunyai sayap depan
dan sayap belakang secara normal. Bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap
kerdil) yaitu wereng cokelat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap
belakang yang tumbuh tidak normal, terutama sayap belakang sangat rudimental.
wereng cokelat mulai bersayap dalam umur sekitar 13 hari. Umumnya wereng
brakiptera bertubuh lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih
panjang.Wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), Merusak dengan cara mengisap
cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Beberapa dari jenis wereng ini
dapat berperan sebagai vector penyebaran penyakit diantaranya penyakit tungro
dan kerdil rumput.
Gejala
serangan
Terjadi perubahan warna pada daun
dan batang tanaman padi yang menjadi kecoklatan.Serangan awal tanaman padi
menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang
tidak mengering menjadi kerdil.tanaman yang telah terserang pada umumnya tidak
dapat tumbuh dengan sempurna serta tanaman tersebut tidak dapat menghasilkan
bulir padi.Pada serangan yang parang petani dapat pemperoleh kerugian hingga
90% artinya petani gagal panen karena tidak adanya bulir padi yang dihasilkan.
Pengendalian
Pengendalian hama ini dapat
dilakukan dengan cara bertanam padi serempak, selain itu perlu dilakukan rotasi
tanaman untuk memutus siklus hidup hama tersebut, langkah awal yang dapat
diterapkan yakni menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64,
Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; kemudian dilakukan penyemprotan BVR
Kepik Hijau (Nezara
viridula)
Klasifikasi
kepik hijau (Nezara viridula)
Kingdom
: Animalia (Hewan)
Filum
: Arthropoda (arthropoda)
Kelas
: Insecta (Serangga)
Order
: Hemiptera
Subordo
: Heteroptera
Family
: Pentatomidae
Subfamily
: Pentatominae
Genus
: Nezara
Species
: Nezara viridula
Bioekologi
Pada pengamatan selanjutnya yaitu Kepik Hijau (Nezara viridula) yang
termasuk Ordo Hemiptera. Serangga ini memiliki ciri-ciri morfologi yang hampir
sama dengan Walang Sangit (Leptocorixa acuta) meliputi mata,
caput, thorax, abdomen, sayap dan rostum (moncong). Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh kedua jenis serangga ini adalah buah padi yang hilang isi
buahnya karena dihisap/dimakan.
Umumnya Ordo Hemiptera memiliki
sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan
menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk
sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih
pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang
antene, mata facet dan occeli. Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas
moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa
stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala
(bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet.
Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran
ludah.
Gejala serangan
Gejala serangan
hama kepik hijau menyerang Polong dan biji menjadi mengempis, polong gugur,
biji menjadi busuk, hingga berwarna hitam. Kulit biji menjadi keriput dan
adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan
penghisap polong ini adalah pada stadia pengisian biji. Nimfa dan imago merusak
polong dan biji kedelai dengan cara mengisap cairan biji. Serangan yang terjadi
pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji
kempis, kemudian mengering. Serangan terhadap polong muda menyebabkan biji
kempis dan seringkali polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pengisian
biji menyebabkan biji menghitam dan busuk(Rioardi, 2009).
Pengendalian
Pengendalian:
Menggunakan musuh alami: jenis tabuhan Ooencyrtus malayensis Ferr. dan
Telenomus sp. merupakan parasit pada telur kepik hijau.
pergiliran tanaman, penanaman serempak, dan pengamatan secara intensif sebelum dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida akan cukup efektif secara ekonomi jika intensitas serangan penggerek polong lebih dari 2 % atau jika ditemukan sepasang populasi penghisap polong dewasa atau kepik hijau dewasa pada umut 45 hari setelah tanam(Pracaya. 2002).
pergiliran tanaman, penanaman serempak, dan pengamatan secara intensif sebelum dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida akan cukup efektif secara ekonomi jika intensitas serangan penggerek polong lebih dari 2 % atau jika ditemukan sepasang populasi penghisap polong dewasa atau kepik hijau dewasa pada umut 45 hari setelah tanam(Pracaya. 2002).
Penggerek Padi (Scirpophaga sp/Chillo suppressalis )
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan :
Animalia
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Superfamili : Pyraloidea
Famili : Crambidae
Upafamili : Schoenobiinae
Genus : Scirpophaga
Filum : Arthropoda
Upafilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Superfamili : Pyraloidea
Famili : Crambidae
Upafamili : Schoenobiinae
Genus : Scirpophaga
Morfologi dan siklus hidup
Ngengat
betina mampu bertelur 100-600 butir. Semua ngengat penggerek padi
meletakkan telurnya secara berkelompok dengan jumlah telur 50-150 butir per
kelompok. Larva keluar dari samping atau atas kelompok telur menembus
lapisan rambut penutup juga dapat keluar dari bawah kelompok telur tersebut
dengan membuat 2-3 lubang untuk menembus daun. Pupa penggerek Scirpophaga
terbungkus oleh kokon berwarna putih dalam ruas batang terbawah dekat bakal
lubang keluar, sedangkan pupa penggerek Chilo dan sesamia
tidak terbungkus dalam kokon. Pupa Chilo dan Scirpophaga
umumnya terdapat dalam pangkal batang beberapa cm di atas permukaan tanah/air,
sedang pupa sesamia terdapat diantara pelepah dan batang.
Gejala serangan
Hama ini menyerang bagian batang padi yang
menyebabkan padi menjadi kuning dan tumbuh abnormal.
Pengendalian
Penyabitan
tanaman serendah mungkin sampai permukaan tanah pada saat panen. Usaha
itu dapat pula diikuti penggenangan air setinggi 10 cm agar jerami atau pangkal
jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati.Apabila diperlukan sebagai
alternatif pada fase vegetatif penggunaan insektisida dapat dilakukan pada saat
ditemukan kelompok telur rata-rata >1 kelompok telur/3 m2 atau intensitas
serangan rata-rata > 5%.Bila tingkat parasitisasi kelompok telur pada fase
awal vegetatif >50% tidak perlu aplikasi insektisida.Pemanfaatan musuh alami
baik parasitoid, predator, maupun patogen.
Keong Emas (Pamocea canaliculata)
Klasifilasi
Klasifikasi Keong mas menurut Cowie (2006) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum :
Mollusca
Classis :Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Subclass : Prosobranchia
Ordo :
Megagastropoda
Familia :
Ampullariidae
Genus :
Pomacea
Speies : P. canaliculata, Pomacea diffusa, Pomacea paludosa,
Pomacea haustrum and Pomacea insularum.
Pomacea haustrum and Pomacea insularum.
Bioekologi
Keong emas mempunyai bentuk cangkang yang bulat dan
melingkar. Cangkangnya tidak mengerucut berdiameter 1,2-1,9
cm, tinggi 2,2-3,6 cm, dan berat 4,2-15,8 g. Cangkangnya berwarna cokelat keemasan dengan tubuh lunak
berwarna putih krem hingga coklat keemasan. Cangkang memiliki bagian suture
yang membentuk sudut 90° di ujung akhirannya. Whorl dihubungkan dengan suture
yang sangat dalam dan bagian ujung konde cangkang yang tumpul.
Bagian perut juga akan terjulur dari cangkang yang
digunakan sebagai alat gerak yang dikenal sebagai kaki perut (gastropoda).
Bagian anterior tubuh terdapat mulut, tampak juga
sepasang tentakel kepala dan tentakel mulut.
Sepasang mata terlihat dibelakang tentakel yang dihubungkan dengan
sistem syaraf . Saluran pencernaan dengan bentuk mengikuti alur lingkaran
cangkang, mulut berhubungan langsung dengan esofagus menuju intestinum dan
berakhir pada kelenjar digestoria. Sistem ekskresi berupa ginjal yang terbagi
menjadi dua yaitu anterior dan posterior. Jantung terletak di bagian anterior
jantung ginjal posterior, sedang sisi anteriornya terdapat palium (Pulmo) dan
ctenidium (branchia) bagian dari sistem respirasinya. Keong mas (Pomacea canaliculata) mengeluarkan telur
dengan warna merah jambu ini diketahui sebagai jenis yang berpotensi
menjadi hama. Keong
mas terdiri dari jantan dan betina, sulit untuk dibedakan antara jantan dan
betina. Menurut para ahli umumnya keong jantan lebih kecil dari betina. Penutup
tubuh pada betina letaknya kedalam (cekung) dari lubang, dibandingkan dengan
penutup tubuh jantan yang melengkung keluar.
Gejala
Biasanya menyerang pada tanaman padi yang masih muda berumur 10 -20 hari, proses penyerangannya lebih banyak beraktivitas malam hari, meninggalkan bekas serangan berupa lendir dan tanaman yang dilewati akan rusak.
Pengendalian
• Secara mekanis
Pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan dengan kayu/bambu. Selain itu bila padi ditanam dengan sebar langsung, selama 21 hari setelah sebar, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya
• Secara fisik
Gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.
• Secara biologis
Pemberian tanaman tingkat rendah seperti lumu dan tidak terlalu banyak memberikan air.
• Secara kimiawi
Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani seperti lerak, deris, dan saponin. Aplikasi pestisida dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul. Telur keong mas berwarna merah muda.
Biasanya menyerang pada tanaman padi yang masih muda berumur 10 -20 hari, proses penyerangannya lebih banyak beraktivitas malam hari, meninggalkan bekas serangan berupa lendir dan tanaman yang dilewati akan rusak.
Pengendalian
• Secara mekanis
Pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan dengan kayu/bambu. Selain itu bila padi ditanam dengan sebar langsung, selama 21 hari setelah sebar, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya
• Secara fisik
Gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan memudahkan pemungutan dengan tangan.
• Secara biologis
Pemberian tanaman tingkat rendah seperti lumu dan tidak terlalu banyak memberikan air.
• Secara kimiawi
Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani seperti lerak, deris, dan saponin. Aplikasi pestisida dilakukan di sawah yang tergenang, di caren, atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul. Telur keong mas berwarna merah muda.
Belalang
Kumbara (Lokusta migratoria)
Bioekologi
Belalang kembara termasuk dalam keluarga Acrididae
dan marga Locusta dan mengalami tiga stadia pertumbuhan yaitu stadia telur,
serangga muda (nimfa) dan serangga dewasa (imago). Ketiga
fase perkembangan belalang kembara itu disebut metamorphose sederhana.
Daur hidup belalang kembara rata-rata 76
hari. Stadia telur rata-rata 17 hari dan stadia nimfa 38 hari dimana
instar pertama selama 7 hari, instar kedua 6,5 hari, instar ketiga 6,5 hari,
instar keemapt 7,5 hari dan instar terakhir selama 10,5 hari. Masa
serangga dewasa hingga siap kawin 11 hari dan masa sejak kawin hingga bertelur
yang pertama 10 hari atau masa pra bertelur 21 hari. Masa aktif bertelur
sejak meletakkan telur pertama sampai mati rata-rata selama 63 hari. Umur
belalang betina dan jantan dewasa sampai mati rata-rata 60 hari sampai 92
hari. Waktu antara peletakkan telur sampai peletakkan telur pertama oleh
keturunan berikutnya berkisar antara 70 sampai 110 hari dengan lama hidup
belalang dewasa mencapai 160 hari.
Anjing
tanah (Gryllotalpa
sp)
Ordo
: Orthoptera
Famili
:
Gryllotalpidae
Spesies
: Gryllotalpidae
Bioekologi
Anjing
tanah adalah serangga berukuran
sedang, berwarna coklat terang hingga gelap, memiliki kulit pelindung yang
tebal yang hidup di dalam tanah, dengan sepasang tungkai depan
termodifikasi berbentuk cangkul untuk
menggali tanah dan berenang. Orang Jawa menyebutnya orong-orong, di tanahSunda disebut gaang, sementara dalam bahasa Toba disebut singke. Dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai mole cricket, atau
"jangkrik tikus mondok". Semua anggotanya termasuk dalam keluarga Gryllotalpidae.
Serangga yang kadang-kadang ditemukan berlari cepat di sudut pekarangan ini
dapat pula terbang hingga sejauh 8 km dalam musim kawin. Hewan muda
memiliki sayapyang
pendek. Hewan ini aktif pada malam hari (nokturnal) dan pada musim dingin
melakukan hibernasi. Pada musim kawin hewan ini dapat
menghasilkan suara melalui mekanisme mirip jangkrik (dengan
organ stridulasi), namun dengan suara yang jauh berbeda. Suaranya bersifat
monoton, tanpa jeda, dan amat mengganggu pendengaran. Bila lubang
persembunyiannya didekati, ia akan berhenti bersuara namun akan memulai lagi
begitu merasa gangguan berlalu.
Anjing tanah memakan segala, meskipun pada dasarnya
ia adalah karnivora. Menunya adalah larva-larva
serangga lain atau cacing. Bila kekurangan makanan ia akan memakan akar dan
rumput-rumputan. Akibat tindakan yang terakhir ini anjing tanah kadang-kadang
digolongkan sebagai hama tanaman.
Pemangsanya bermacam-macam, mulai dari burung, ayam, tikus, segung,
hingga rubah.
Daur hidup anjing tanah: Anjing tanah adalah hewan
yang agak jarang terlihat karena lebih suka bersembunyi dalam lubang dan aktif
pada malam hari mencari makan. Habitat yang disukai adalah ladang yang
kering, pekarangan, serta lapangan
rumput. Hewan ini dapat ditemukan di semua tempat, kecuali daerah dekat kutub
bumi.Perannya dalam kehidupan manusia tidak terlalu penting. Hewan ini
kadang-kadang digolongkan sebagai hama karena perilakunya merusak perakaran
atau juga memakannya. Di Asia Timur hewan ini kadang-kadang digoreng dan
disantap. Pemelihara burung juga menjadikan orong-orong sebagai bagian pakan
hidup. Sekresi yang dihasilkan orong-orong di Cina menjadi bahan pengobatan,
dan sekarang mulai diteliti khasiatnya secara farmasi.
Anjing tanah di beberapa tempat berstatus terancam
punah karena peralihan habitat dan erosi tanah. Pembasmian akibat dianggap hama
juga mengganggu kehidupannya.
Selain sepasang tungkai depannya yang besar dan
bergerigi, anjing tanah mempunyai bentuk kepala khas yang besar dan bercangkang
keras. Hewan ini juga memiliki sepasang
sayap kecil. Warna tubuhnya mulai dari kecoklatan hingga hitam dengan panjang
tubuh berkisar antara 27-35 mm. Sekilas tampang serangga ini memang menakutkan
dan primitif. Tidak menherankan, karena diperkirakan anjing tanah (mole
cricket) telah ada sejak 35 juta tahun silam.
Orong-orong atau anjing tanah merupakan
hewan nokturnal yang beraktifitas di malam hari. Hewan ini juga mampu
mengeluarkan suara melalui organ stridulasi seperti jangkrik, meskipun suaranya
terdengan lebih monoton ketimbang jangkrik. Anjing tanah mengeluarkan suaranya
dari dalam lubang persembunyian atau rumah yang berupa terowongan di dalam
tanah. Anjing Tanah.
Morfologi/Bioekologi :Orong – orong tinggal
dibawah permukaan tanah. Imago menyerupai jengkrik, panjang kira – kira 3 cm,
dan berwarna merah tua. Mempunyai sepasang kaki depan yang kuat untuk
melindungi diri, dan terbang pada malam hari. Telur berwarna putih
kekuning – kuningan, diletakkan pada sel – sel keras yang dibuat dari tanah.
Didalam satu sel terdapat 30 – 50 butir telur. Nimfa seperti serangga dewasa,
tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat polifag, mamakan akar, umbi,
tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu daun. Lamanya daur hidup 3 – 4
bulan.
Gejala
Hama
ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman bawang pada fase penanaman ke dua
atau sekitar umur tanaman kira – kira 1 – 2 minggu setelah tanam. Serangan
ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman rusak, bahkan pada umbi
kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak beraturan.
Pengendalian
Kultur
Teknis Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi
serangan Gryllotalpa sp. Menjaga kebersihan kebun (sanitasi) dapat
mengurangi serangan Gryllotalpa sp.Fisik/MekanikPemasangan umpan
beracun yang terdiri dari 10 kg dedak dicampur dengan 100 ml insektisida yang
dianjurkan kemudian campuran tersebut diaduk secara merata dan disebar diatas
bedengan pertanaman pada senja hari. BiologiPemanfaatan musuh alami seperti
predator Chlaenius, Labidura riparia, parasitoid Neothrombium
gryllotalpae , dan pathogen serangga Beauveria bassiana,
Paecilomyces sp.
Binatang yang sering ditemukan di pemukiman ini
ternyata mempunyai kemampuan terbang yang jauh. Orong-orong mampu terbang
sejauh 8 km ketika sedang berusaha mencari pasangan kawin. Anjing tanah merupakan binatang
karnivora yang memakan larva-larva serangga lain dan cacing tanah. Namun sering
kali orong-orong juga memakan akar, tunas-tunas tanaman, dan rerumputan.
Pemangsa alami orong-orong bermacam-macam, mulai dari burung, ayam, tikus, sigung, hingga rubah(Jumar. 2007).
Tikus (Rattus argentiventer)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Genus : Ratus
Spesies : Rattus argentiventer Rob dan Kloss
Bioekologi
Tikus
sawah atau Rattus argentiventer Rob dan Kloss merupakan hama utama tanaman padi dari golongan
mamalia, yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan jenis hama
utama padi lainnya. Tikus sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi
mulai dari saat pesemaian padi hingga padi siap dipanen, dan bahkan menyerang
padi di dalam gudang penyimpanan. Secara umum tikus
betina memasuki umur dewasa seksual pada usia 3 bulan dan dapat beranak 4 kali
dalam setahun. Masa kehamilannya hanya sekitar 21 hari, dengan rata-rata
kelahiran anak sebanyak 6 ekor ( 2 s/d 18 ekor). Sehingga secara teoretis,
sepasang tikus dewasa secara seksual dapat
melahirkan anak rata-rata 6 ekor/kelahiran (3 jantan dan 3 betina) maka pada
bulan ke 13 akan menghasilkan sejumlah 2046 tikus
Gejala
Tikus dapat beradaptasi
dengan baik pada berbagai agroekosistem, baik lahan sawah irigasi, lahan sawah
tadah hujan/lahan kering, maupun lahan sawah rawa pasang surut. Tikus sawah
tergolong binatang pemakan dari berbagai jenis tumbuhan dan hewan (omnivora),
sehingga juga berperan sebagai hama pada tanaman hortikultura, perkebunan dan
hama gudang. Tikus sawah juga diketahui sebagai vektor penyebab penyakit
berbahaya pada manusia dan binatang ternak. Tikus juga dapat bereaksi dan
bertingkah laku seperti manusia, jika dia memakan suatu jenis makananan yang
ditemukannya dan setelah itu menimbulkan sakit perut perut maka tikus akan jera
dan tidak akan mau makan lagi.
Pengendalian
Beberapa
faktor penyebab kurang berhasilnya pengendalian tikus oleh petani antara lain:
1. Monitoring terhadap keberadaan hama tikus oleh petani
masih kurang, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mengantisipasi
pengendalian,
2. Pemahaman petani terhadap berbagai aspek sifat-sifat
biologis hama tikus dan teknologi pengendaliannya masih lemah,
3. Kegiatan pengendalian
belum terorganisir dengan baik (masih sendiri-sendiri), dan tidak
berkelanjutan,
4. Ketersediaan sarana pengendalian masih terbatas dan
5. Masih banyak
petani yang mempunyai persepsi “mistis” terhadap tikus yang dapat menghambat
pelaksanaan pengendalian.
3.2.2 Hama Jagung
Penggerek Tongkol (Helicoperva
armigera Hbn)
Klasifikasi
Nama umum : penggerek tongkol jagung
Nama ilmiah : Heliothis
armigera
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Bioekologi
Berdasarkan morfologi larva, serangga ini dibagi atas 4
species yakni H. armigera, H. punctigera, H. rubrescens dan H.
assulta (Kirkpatrick, 1961), sedangkan berdasarkan larva dan bentuk sklerit
bagian dorsal ruas abdomen I, Stanley (1978) mengelompokkannya menjadi 2
species yakni H. armigera dan H. punctigera. Mitter et.al (1993)
membagi atas 4 kelompok besar berdasarkan analisis filogenetik dan
morfologinya.
Telur.
Menururt Jayaraj (1981), telur serangga bentuknya hampir bulat dengan bentuk
datar pada bahagian bawahnya berwarna bening dan berubah menjadi
kuning-keputihan lalu menjadi coklat gelap sebelum menetas. Ukuran telur
bervariasi antara 0.4-0.55 mm. Telur diletakkan pada malam hari tepatnya akhir
malam dan umumnya sesudah pukul 21.00 tengah malam. Pada beberapa tanaman,
telur diletakkan satu per satu pada bahagian bawah daun sepanjang tulang daun
dan terkadang pula ditemukan pada bunga dan antara bunga dengan calyxnya. Lama
stadia telur bergantung pada kondisi suhu, pada suhu 18 - 28 0C telur H. armigera dapat
menetas dalam kurun waktu 10-18 hari setelah peletakan telur, akan tetapi bila
suhu rata-rata mencapai 27 0C, penetasan dapat berlangsung lebih
cepat yakni antara 3-4 hari setelah peletakan telur (Setiawati, 1991; Elena,
1988). Serangga ini meletakkan telur terlebih dahulu melakukan orientasi yang
mencakup pencarian inang, penemuan inang, hinggap, mengevaluasi permukaan
tempat bertelur dan penerimaan inang. Dalam masa orientasi, serangga ditutun
oleh adanya sinyal kimiawi volatile dari tanaman yang bersifat menarik serangga
untuk hinggap (atractant) (Renwick dan Chew, 1994). Senyawa tersebut menurut
Liu et.al (1988) adalah dari jenis 4-hexen-1-ol acetat, 2-2-dimethyl
hexanol, dan 2-hexenal. Selain
itu, tekstur permukaan juga dapat menjadi pilihan serangga dalam proses
peletakan telur. Pada H. armigera
dan H. punctigera tekstur permukaan yang kasar dan berambut sangat
disukai karena serangga dewasa dapat berpijak dengan baik dan telur tidak mudah
lepas (Cullen, 1969; Hassan, 1985).
Larva. Umumnya
terdapat 6 instar larva, akan tetapi pada kondisi musim dingin ketika
perkembangan larva menjadi panjang, stadia larva dapat mencapai 7 instar bahkan
pernah ditemukan di Rhodesia Selatan (Pearson dan darling,1958; dalam
Jayaraj, 1981). Larva yang baru menetas
berwarna kekuning-kuningan dengan garis longitudinal berwarna kuning orange.
Kepala, torak, anal dan kaki berwarna coklat. Larva yang tumbuh sempurna
berukuran panjang 35-44 mm dengan warna body secara menyeluruh nampak hijau
pucat dengan garis patah pada sisi bodynya dan membujur lurus pada bahagian
atas (Jayaraj, 1981). Perkembangan stadia larva tergantung pada indeks
pertumbuhan tanaman inang. Pada tanaman kapas dan tomat perkembangannya lebih
cepat dibanding tanaman lain. Pada tanaman kapas dan jagung, larva dapat
mencapai 6 instar dengan stadia perkembangan 25,1 hari, sedang pada kacang
buncis segar tercatat hanya 5 instar (Elna, 1988; Setawati, 1991; Sing dan
Rembold, 1988). Temperatur sangat berpengaruh terhadap lama perkembangan dari
larva. Di California bervariasi antara 21-40 hari, di Ohio 18-51 hari, dan di
Punjab (India) 8-12 hari pada inang yang sama (Wilcox et.al, 1956; Sing
dan Sing, 1975; dalam Jayaraj,
1981), sedangkan di lembah pada suhu 18 0 - 26 0 C, lama
perkembangan berkisar antara 52-82 hari (Setiawati, 1991).
Pupa.
Panjang pupa adalah antara 14-18 mm, pupa berwarna kekuning-kuningan, kemudian
akan berubah menjadi kuning-kecoklatan dan berwarna coklat menjelang pupa akan
berubah menjadi serangga dewasa. Pupa yang jantan secara morfologis berbeda
dari yang betina, yakni ditandai dengan adanya celah segitiga pada ruas abdomen
terakhir (untuk pupa betina) dan adanya celah membulat pada yang jantan. Stadia
larva bervariasi antara 15 - 21 hari (Setiawati, 1995).
Imago.
Serangga yang dewasa mempunyai kebiasaan meletakkan telur pada malam hari yang
diletakkan pada jambul dari tongkol tanaman jagung. Stadia umur keluarnya
rambut tongkol berpengaruh terhadap preferensi peletakan dan yang paling
disukai adalah rambut tongkol yang berumur 5 hari. Sifat fisik tanaman seperti
warna rambut tongkol tidak significant berpengaruh terhadap preferensi serangga
dalam meletakkan telur, akan tetapi yang paling dominan adalah adanya senyawa
volatile tanaman yang sifatnya menarik serangga dewasa untuk hinggap
(Kamandalu, et.al.,1997); Renwick dan Chew, 1994; Liu et.al.,1988).
Kemampuan serangga dewasa dalam meletakkan telur tergantung pada jenis makanan
yang dikonsumsinya, sedangkan Nonci et.al (1997) mengemukakan bahwa
kemampuan serangga dewasa meletakkan telur tergantung kondisi stadia tanaman.
Bedjo (1990) mencatat produksi telur seekor serangga dapat mencapai 100-114
butir pada makanan buatan lebih tinggi dari makanan alami, sedangkan Nonci
et.al (1997) mencatat produksi telur yang ditemukan pada fase generatif
lebih tinggi dari fase vegetatif tanaman dan yang tertinggi ditemukan pada 6, 7
dan 8 minggu setelah tanaman yakni pada pertanaman I, II dan III.
Pengendalian
Pengendalian hama penggerek
tongkol ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan :
1.
Parasitoid, seperti Trichogramma spp. yang
merupakan parasitoid telur, dan
Eriborus argentiopilosa parasit pada larva muda, atau dengan menggunakan lalat
tabuhan,
2.
Menggunakan
jamur patogen/cendawan, seperti Metarhizium
anisopliae menginfeksi larva,
5.
Kultur teknis, pengolahan tanah secara sempurna akan
merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
6.
Kimiawi, untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan
insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol dan
diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.
Penggerek batang (Ostinia furnacalis)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Fylum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo : lepidoptera
Family : pyralidae
Genus : Ostrinia
Spesies :Ostrinia
furnacalis
Tipemulut : Penggigit Pengunyah (mandibulata)
Metemorfosis : Holometabola (sempurna)
Bioekologi
Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan
salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu
diwaspadai.
Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20-80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang.
Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20-80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang.
Telur O. Furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur berlangsung 3-4 hari.
Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3-7 hari. Stadium pupa berlangsung 7-9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2-7 hari sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27-46 hari dengan rata-rata 37,50 hari.
Pengendalian
Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo/famili Hymenoptera/ Ichneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56-89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1-6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larva O. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya.
Musuh alami O. furnacalis yang ditemukan di Sulawesi Selatan, seperti di Maros, Barru, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai adalah parasitoid telur Trichogramma evanescens dan parasitoid larva dari ordo/famili Hymenoptera/ Ichneumonidae (1 spesies), Hymenoptera/Braconidae (1 spesies), dan Diptera/Tachinidae (1 spesies). Persentase telur O. furnacalis yang terparasit dalam satu kelompok berkisar antara 71,56-89,80%. Larva O. furnacalis yang terparasit Ichneumonidae, Braconidae, dan Tachinidae berkisar antara 1-6%. Parasitoid telur lebih efektif menekan populasi O. Furnacalis dibanding parasitoid larva. Jenis-jenis predator telur dan larva O. furnacalis adalah Cocopet (Proreus sp., Euborellia sp.) dan laba-laba (Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor), sedangkan patogen yang efektif menekan populasi O. furnacalis adalah Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana. Keefektifan kedua jenis cendawan tersebut bergantung pada konsentrasi konidia dan stadium perkembangan larva O. furnacalis; makin muda stadium larva makin tinggi tingkat mortalitasnya.
3.2.3 Hama Kedelai
Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Divisio : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura
Bioekologi
Spodoptera
adalah ngengat
yang termasuk dalam suku Noctuidae.
Larvanya
(ulatnya) dikenal sebagai hama
yang sangat merusak. Ulat
yang tidak berbulu oleh awam biasa disebut ulat tentara atau ulat
grayak.
Ulat
grayak (Spodoptera litura) merupakan
salah satu hama yang menyerang tanaman cabai. Ulat grayak (Spodoptera litura) menyerang tanaman pada malam hari, sedangkan
pada siang hari berada di dalam tanah. Pada umumnya, ulat grayak menyerang satu
tanaman secara bersama-sama sampai seluruh daun tanaman tersebut habis, baru
kemudian ke tanaman lain. Ulat ini berumur 20 hari selama hidupnya menyerang
tanaman.
Biologi (Ciri-ciri Karakteristik) Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura,
memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor
serangga betina jenis ini dapat bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok
300 butir. Serangga ini sangat aktif pada malam hari, sementara pada siang hari
serangga dewasa ini diam ditempat yang gelap dan bersembunyi.
Larva Spodoptera litura memiliki
jumlah instar 5 dengan ukuran instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 -
50 mm berwarna coklat sampai coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan
berumur 20 - 26 hari. Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat
2 garis coklat muda.
Ciri khas ulat grayak ini adalah
terdapat bintik-bintik segitiga berwarna hitam
dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya. Sedangkan ulat dewasa
berwarna abu-abu gelap atau cokelat. Larva akan menjadi pupa (kepompong) yang
dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu
berkisar antara 30 hari hingga 61 hari. Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah larva (ulat)
karena menyerang secara bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar untuk
menunjang metamorfosisnya. Ulat ini memangsa segala jenis tanaman (polifag),
termasuk menyerang tanaman cabai.
Gejala
Hama ulat grayak menyerang daun dan buah
cabai. Serangannya ditandai dengan daun-daun yang terlihat berwarna agak putih,
karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian atas. Bagian daging daun
sebelah bawah telah dimakan oleh ulat ini. Pada awal serangan daun terlihat
berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama ini
menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang terserang
berlubang dan meranggas. Pada serangan parah, biasanya terjadi saat musim
kemarau, menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat. Serangan ulat yang masih
kecil mengakibatkan bagian daun tanaman cabai yang tersisa tinggal epidermis bagian
atas dan tulang daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan
berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul.
Ulat grayak disebut juga dengan nama
ulat tentara. Seperti halnya jenis hama ulat lain, hama ini menyerang tanaman
cabai pada malam hari, sedang siang harinya beresembunyi di balik mulsa atau di
dalam tanah. Hama ini bersifat polifag (mempunyai kisaran inang yang cukup
luas). Jika daun suatu tanaman rusak, maka tanaman tidak dapat fotosintesis dan
tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera
litura)
Pengendalian secara terpadu
terhadap hama ini dapat dilakukan dengan carsebagaiberikut.
a.
Pengendalian dilakukan secara mekanis,
yaitu mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya kemudian langsung membunuhnya.
Dapat pula dilakukan dengan pemangkasan daun yang telah menjadi sarang telur
ngengat dan membakarnya
b.
Pengendalian dilakukan secara biologis, yaitu dengan cara menyemprotkan Bacillus thuringienis atau Borrelinavirus litura
c.
Pengendalian dilakukan secara kultur
teknis , yaitu menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman
yang menjadi tempat persembunyia hama, serta melakukan rotasi tanaman.
d.
Pengendalian dilakukan secara kimiawi, yakni sebagai berikut.
1.
Pemasangan sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex
pheromone merupakan aroma yag dikeluarkan oleh serangga betina dewasa yang
dapat menimbulkan rangsangan seksual (birahi) pada serangga jantan dewasa untuk
menghmapiri dan melakukan perkawinan sehingga membuahkan keturunan. Sex phermne
ini berasal dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama “Ugratas” (Ulat Grayak
Beratas Tuntas) berwarna “merah”. Sex pheromone ini sangat efektif untuk
dijadikan perangkap kupu-kuu dewasa dari ulat grayak (S. litura). Cara pemaagan Ugratas merh in adalah dimasukkan ke
dalam botol bekas Aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil untuk tempat
masuknya kupu-kupu janta. Satu hektar kebun cabai cukup dipasang 5 buah hingga
10 buh Ugratas merah dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi di atas
tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini ±tiga minggu dan tiap malam
bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaa Ugratas
ini, antara lain, adalah aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak negatif
tehadap lingkungan, dapa meekan penggunaan insektisida tidak menimbulkan
kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkembangan hama tersebut.
2.
Penyemprotan insektisisda yang mangkus dan sangkil seperti Hostathion 40EC
2 cc/lt atau Orthene 75 SP 1 gr/lt. dapat pula dengan menggunakan pestisida
yang lain, misalnya Azodrin, Curracron 500 EC, Exalux 25 EC, dan lain-lain
3.
Pembuatan perangkap ulat grayak, yaitu dengan cara pembuatan parit
sepanjang sisi kebun dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang masuk
ke dalam parit dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan maju
mundur di atas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau
bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati.
4.
Pembersihan gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan
berembunyi ngengat dan ulat.
5.
Pengolahan tanah secara baik sehingga dapat membunuh kepompong ulat grayak
yang bersembunyi di dalam tanah.
Lala bibit (Opiomya paseoli)
Bioekologi
Imago sangat aktif terbang dan sangat
tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan
tanah. Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari
dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Imago kecil dengan
ukuran panjang 2,5 mm sampai 4,5 mm.
Telur mulai diletakkan oleh Imago
betina tiga sampai lima hari setelah kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22
butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago betina meletakkan selama tiga sampai
tujuh hari, diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, diletakkan
dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan
selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap.
Gejala
Serangan :
Serangan terjadi pada tanaman yang baru tumbuh (1-2 minggu setelah tanam).
Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Serangan terjadi pada tanaman yang baru tumbuh (1-2 minggu setelah tanam).
Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pengendalian
Penghisap polong (Riportus linearis)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili :
Coreoidea
Genus :
Riptortus
Spesies :Riptortus
linearis
Bioekologi
Siklus hidup R.
linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar, dan
stadium imago. Imago berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan
garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Imago datang pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga
dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun.
Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4– 47 hari. Imago
jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping
dengan panjang 11– 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13–14 mm.
Telur R. linearis berbentuk
bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter 1,20 mm. Telur
berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram. Setelah 6–7 hari,
telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari (Gambar 1c). Pada
stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali.
Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur.
Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm,
instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali
1976 dalam Prayogo dan Suharsono,
2005). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai
dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya.
Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap
perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh
letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Gejala serangan
Kepik
menyerang dengan cara menghisap polong
sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan
gugur. Sedangkan polong tua yg diserang kepik ini menyebabkan biji keriput dan
berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan membusuk.
Pengendalian
Penggunaan musuh
alami
Penggunaan
pestisida sesuai aturan
Kutu
Daun
·
Aphis
glycine
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphidiciae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid glycine
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphidiciae
Genus : Aphid
Spesies : Aphid glycine
Bioekologi
Sifatnya
partenogenesis, yaitu telurnya berkembang menjadi nimfa tanpa terjadi
pembuahan, kemudian dilahirkan oleh induknya.Lama hidupnya
antara 13 – 18 hari dengan 4 – 8 kali instar.Nimfa yang baru terbentuk langsung mengisap cairan tanaman
secara bergerombol.Nimfa dewasa berwarna hitam dan berkilau.
Antenenya lebih pendek dari pada abdomen.Betina menjadi dewasa setelah berumur 4
– 20 hari. Panjang tubuh yang bersayap rata-rata 1,4 mm dan yang tidak bersayap
rata-rata 1,5 mm. Mulai menghasilkan keturunan pada umur 5 – 6 hari dan
berakhir sepanjang hidupnya.
Gejala serangan
Stadia yang merusak adalah nimfa dan imago yang
umumnya mengisap pada bagian daun permukaan bawah, kuncup, batang muda. Tanaman
yang terserang akan terhambat pertumbuhannya menjadi lemah dan kehilangan warna
daun, mengkerut dan akhirnya menyebabkan penurunan hasil produksi. Serangan
berat pada fase pembungaan atau pembentukan polong dapat menurunkan hasil
panen. Selain itu, kutu daun kacang juga merupakan vektor penyakit virus (CAMV).
Pengendalian
·
Penanaman tanaman yang resisten.
·
Penggunaan musuh alami
seperti Coleoptera, Harmonia arcuata, dan dari ordo Diptera.
·
Penggunaan pestisida
dengan tepat
·
Benicia tabaci
Kepik hijau (Nezara viridula)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia (Hewan)
Filum :
Arthropoda (arthropoda)
Kelas :
Insecta (Serangga)
Order :
Hemiptera
Subordo :
Heteroptera
Family :
Pentatomidae
Subfamily :
Pentatominae
Genus :
Nezara
Species :
Nezara viridula
Bioekologi
Serangga dewasa biasanya berwarna
hijau yang merata pada seluruh tubuh, tetapi kadang-kadang berwarna kuning pada
bagian kepala dan protorak, dan jarang sekali yang seluruh tubuhnya berwarna
kuning. Tubuhnya berbentuk segilima seperti perisai, panjang tubuh sekitar
1-1.5 cm dan kepalanya bersungut. Di punggungnya terdapat 3 bintik berwarna
hijau. Sedangkan nimfanya (kepik muda) memiliki warna berbeda-beda tergantung
perkembangan instarnya. Pada awalnya berwarna coklat muda, kemudian berubah
menjadi hitam dengan bintik-bintik putih. Selanjutnya warna berubah menjadi
hijau dan berbibtik-bintik hitam dan putih.
Kepik betina dewasa bertelur pada permukaan bawah daun dan jumlahnya mencapai
1100 butir selama hidupnya.. Telurnya berwarna kekuningan, kemudian berubah
menjadi kuning, tetapi menjelang menetas warnanya berubah menjadi kemerahan
(merah bata). Telur berbentuk oval agak bulat seperti tong. Periode telur 4-6
hari. Perkembangan dari telur sampai menjadi serangga dewasa kurang lebih
selama 4-8 minggu.
Gejala serangan
Pada batang terdapat bekas tusukan atau hisapan
kepik. Pada buah tanaman padi yang
diserap memiliki noda bekas isapan atau tusukan
Pengendalian
·
Tanam serempak
dalam tidak lebih dari 10 hari.
·
Pergiliran tanaman
bukan inang.
·
Pengumpulan
kepik dewasa ataupun nimfa untuk dimusnahkan.
·
Menjaga
kebersihan lahan dari tanaman penganggu atau gulma.
·
Menggunakan
pestisida apabila serangan telah melampaui batas ambang kendali.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Serangga
yang banyak menyerang tanaman pangan adalah jenis serangga yang berasal dari
ordo Hemiptera.
2.
Ordo
dari suatu hama akan mempengaruhi tipe penyerangan hama terhadapa budidaya
pertanian.
3.
Dasar
pengklasifikasian hama hama berdasarkan jumlah dan tipe sayap.
4.
Gejala
yang ditimbulkan akibat serangan hama akan berbeda dari satu hama dengan hama
lainnya.
5.
Pengendalian
hama juga tergantung pada jenis kerusakan yang ditimbulkan.
6.
Pengendalian
Hama Terpau (PHT) merupakan salah satu cara pengendalian ramah lingkungan dan
meminimalisir dampak kerusakan ekonomi pertanian.
DAFTAR
PUSTAKA
Borror, J.D. dkk. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga(terjemah). Yogyakarta : UGM Press
Devisi Pengembangan Produksi Pertanian, 1973. Panduan Bercocok Tanam Palawija . Dapartemen
Pertanian. Jakarta
Gibb, T.J dan Osteo,
C.Y. 2006. Arthropod Collection
and Identification Field and
Laboratory Techniques. USA : Elsevier
Kalshoven, L.G.E.
1987. Insec Pests of Field Corn in The
Philippines. Revised and Translated by P.A vab Der Laan. P.T.
Ictiar baru- Van Hoeve. Jakarta. 701.
hal
Indriyani. I.G.A.A,
Subiyakto dan A.A.A Ghotama. 1990. Prospek
NPV untuk Pengendalian Ulat
Buah Kapas Helicoverta armigera dan Ulat Grayak S. litura. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Dapartemen Pertanian. Jakarta
Mardiningsih, Tri.
L dan Barriyah Barimbing. 1995. Biologi
S.litura F. Pada Tanaman
Kemiri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tantangan Entomologi pada Abad XXI. Perhitungan
Entomologi Indonesia. Balai Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. 96-102 hal
Nafus, O.M. and
I.H. Schreiner. 1987. Location of
Ostrinia furnacalis (Lepidoptera:pyralidae)
egg and Larvae on Sweet Corn in Relation to Plant Growth stage. J. Econ. Entomol. 80(2): 411-416 p
Nonci, N dan D. Baco.1987. pengaruh Waktu Infestasi dan Jumlah larva
Ostrinia furnacalis Guenee
Terhadap Kerusakan pada Tanaman Jagung. Agrikam.
Buletin Penelitian Pertanian Maros 2(2): 49-59
Pechenik, Jan A. 2005. Biologi of Invertebrates. Fifth edition. New
York : MC Graw
HillCompanies, Inc
Prayugo, Yusmani
dan Suharsono.2005. Optimali sasi
Pengendalian Hama Penghisap
Polong Kedelai (Riptortus lineris) dengan Cendawan Entomopatogen Varticillium lecanii. Jurnal
Litbang Pertanian 24 (4), 2005.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
tomologi pada Abad XXI. Perhitungan
Entomologi Indonesia. Balai Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. 96-102 hal
Nafus, O.M. and
I.H. Schreiner. 1987. Location of
Ostrinia furnacalis (Lepidoptera:pyralidae)
egg and Larvae on Sweet Corn in Relation to Plant Growth stage. J. Econ. Entomol. 80(2): 411-416 p
Nonci, N dan D. Baco.1987. pengaruh Waktu Infestasi dan Jumlah larva
Ostrinia furnacalis Guenee
Terhadap Kerusakan pada Tanaman Jagung. Agrikam.
Buletin Penelitian Pertanian Maros 2(2): 49-59
Pechenik, Jan A. 2005. Biologi of Invertebrates. Fifth edition. New
York : MC Graw
HillCompanies, Inc
Prayugo, Yusmani
dan Suharsono.2005. Optimali sasi
Pengendalian Hama Penghisap
Polong Kedelai (Riptortus lineris) dengan Cendawan Entomopatogen Varticillium lecanii. Jurnal
Litbang Pertanian 24 (4), 2005.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
0 comments:
Post a Comment