Saturday, April 15, 2017

INOKULASI


INOKULASI
 (Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)







Oleh

Aftimar Syafitri T.
1314121008












JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014




I.                   PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang

Pada praktikum ini, kita akan membahas tentang cara kerja inokulasi, yang merupakan tindakan yang terkhair di lakukan pada cara kerja postulat koch. inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi.

Inokulasi yang dilakuan dengan menggunakan cabai dan daun lidah mertua yang ada. Inokulasi merupakan penginfeksian jamur hasil kultur murni ke dalam tubuh inang (dalam hal ini adalah cabai sehat). Air dimasukkan ke dalam nampan. Lalu diberi tissue hingga seluruh bagian nampan tertutupi. Di atas tissue yang basah tersebut diberi pipet sebagai tempat peletakan cabai. Terdapat dua perlakuan cabai dalam praktikum ini, yaitu dilukai dan tidak dilukai. Cabai sehat lalu diberi jamur hasil reisolasi di atasnya. Cabai yang telah kontak dengan jamur ini kemudian diletakkan di atas pipet. Cabai tidak boleh terkena air. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengamati gejala dan tanda yang timbul pada cabai.

Pada tahap dimana suatu tanaman kontak dengan suatu pathogen dan menyebabkan tanaman itu terinfeksi. Inokulum adlah pathogen yang menyebabkan  atau mrngadakan kontak dengan tanaman sehat. Sumber suber inokulum banyak sekali yaitu tempat asal inokulum itu, biji yang terinfeksi, bahan tanaman :L stek, akar, bibit. Pada jamur inokulum berupa spora, konidia, klerotia (hifa yang rapat dan padat ), dan fragmentasi miselia. Inokulum dibagi menjadi 2 yaitu : inokulum primer dan inokulum sekunder.







Inokulum primer adalah inokulum yang hidup dorman pada tempat – tempat tertenru pada saat tumbuhan inang tidak ada, dorman pada sisa tumbuhan sakit, tanah. Inokulum primer yang menginfeksi tumbuhan disebut infeksi primer. Sedangkan inokulum sekundeR Adalah inokulum lanjutan dari infeksi primer yang menyebabakan infeksi pada tumbuhan.
1.2  Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
  1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menginokulasi
2.   Mengetahui berbagai  Mengidentifikasi patogen penyebab suatu penyakit   tanaman dengan metode postulat koch.
       3.  Mengetahui dan mempraktikan metode Postulat Koch.
       4. Untuk membuktikan bahwa penyakit tersebut sama denga penyebab                     penyakit yang disebabkan patogen yang sama




II.                METODOLOGI PERCOBAAN


2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah tempat/nampan, tisu, air, jarum ose, jarum, bunsen dan bahan yang di gunakan cabai dan media pembuatan,


2.2.Prosedur Percobaan

 Cara kerja dari percobaan ini adalah kita siapkan cabai yang ada, kemudian lukai dengan jarum sebelum itu bakar dulu jarum di bunsen, ketika sudah di lukai, tandai bahan yang aan di ambil, bakar jarum ose lalu ambil media yang ada kemudian pindahkan ke cabai yang sudah di lukai, kemudian simpan di tempat/nampan yang sudah di berio tisu yang di bahasahi, ini digunakan untuk mempercepat antraknosa, dan ambil cabai yang tidak di lukai masukan ke dalam tempat/nampan yang sudah di sediaka. Ini di maksudkan untuk sebagai pembanding antara cabai yang di lukai dan dengan tidak di lukai.

Pada pelukan lidah mertua tidak jauh berbeda, namun ini di berikan media kemudian di besi selotip, ini dio karenakan kita langsung menempelkan spesimen pada daun.





















III        HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1.       Hasil Pengamatan
            Adapun hasil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
  1. Pada cabai
KELOMPOK
GAMBAR
KETERANGAN
1

Tidak muncul gejala yang ada ( gagal )
2

tidak muncul gejala yang ada ( gagal )
3

Pada gejala timbul d hari k 4, kamis. Berhasil

4

Tidak muncul gejala yang ada ( gagal )
5

Pada gejala muncul hari ke 4 (kamis) namun tidak berhasil
6

Pada hari ketiga muncul gejala yang ada. Berhasil
7

Pada hari ke 5 muncul gejala tp selanjutnya ilang. Berhasil
8

Pada hari ke 5 namun hilang 2, yang berhasil adalah cabai yang dilukai menimbulkan gejala antraknosa. Berhasil

  1. Pada lidah mertua
No
Gambar
Keterangan
1



Pada daun hawar gejala yang ada sangat lambat sekali,

3.2.Pembahasan
Adapun pembahasan kali ini adalah :
Pada praktikum kali ini kelompok yang berhasil dalam inokulasi pada tanaman sehat merupaka kelompok 3, 6, 7, dan 8. Rata-rata gejala yang timbul pada hari ke-4 setelah di lakukan nya inokulasi. Kelompok yang gagal dal percobaan ini adalah 1, 2, 4, dan 5. Ini di sebabkan ada nya faktor yang mempengaruhi suatu kegagalan yang yang ada yaitu
1.  Sumber inokulasi yang diberikan tidak mengandung mikroorganisme yang
     diinginkan
2.  Ketidaksterilan alat-alat yang digunakan sehingga terjadi kontaminasi
3. Tidak di sediakan nya makan yang ada.
4. Suhu atau temperatur.
5. Kelalaian yang di lakukan tidak setiap harinya di siram media yang ada( Agrios,G.N.1996) . 

Penyakit antraknosa atau patek ada dua macam yaitu:
1. Antraknosa Colletotrichum capsici.
2. Antraknosa Gloeosporium sp.
Antraknosa Colletotrichum capsici : serangan penyakit ini dicirikan dengan cara menginokulasi pada tengah buah cabai dan biasanya menyerang cabai yang sudah tua. Colletotrichum capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas.

Pada praktikum ini, kita mengambil tanaman yang mengalami gejala dan tanda penyakit.  Penyakit yang menyerang tanaman tersebut adalah Penyakit ini disebabkan oleh patogen  (Colletotrichum gloeosporioides). Penyakit ini muncul pada buah yang belum matang (bewarna hijau). Gejala tersebut dalam bentuk  bercak-bercak cokelat sampai hitam pada buah. Gejala-gejala awal adalah kebasah-basahan dan terdapat cekungan pada buah. Bintik ini kemudian berubah menjadi hitam dan kemudian merah muda ketika jamur menghasilkan spora daging di bawah titik menjadi lembut dan berair, yang menyebar ke seluruh buah. Pada daun juga dapat dilihat. bintik yang akhirnya berubah menjadi cokelat. Pada buah, gejala muncul hanya pada saat pematangan dan mungkin tidak terlihat di waktu panen (Semangun, 2000).
Penyakit ini disebabkan oleh  (C. gloeosporioides). Cendawan ini mempunyai aservulus berbentuk bulat, jorong, tidak teratur, berseta atau tidak. Seta mempunyai panjang yang variabel, tetapi jarang yang lebih dari 200mm, tebal 4-8mm, bersekat 1-4, bewarna cokelat, pangkal agak membengkak dengan ujung meruncing yang sering membentuk konidium pada ujungnya(Pelczar, M.J. 2006).
Perkembangan Penyakit Patogen timbul dari semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman inang yang lain, seperti tomat, kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar pertanaman. Patogen akan bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman secara terus menerus tanpa berganti jenis tanaman. Penyakit muncul dari spora yang dihasilkan pada buah atau daun tanaman yang sakit. Guyuran air menjadi faktor pendorong penyebaran spora jamur pada partikel tanah. Suhu optimum agar terjadi infeksi pada buah yaitu 20-24°C dengan kondisi kelembaban permukaan buah yang cukup. Semakin lama periode kelembaban permukaan buah, maka semakin besar keparahan penyakit antraknosa. Buah yang berada dekat dengan permukaan tanah adalah yang paling mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah akibat guyuran hujan atau secara langsung(Pracaya, 2006).
Berdasarkan hasil praktikum inokulasi, keberhasilan inokulasi secara mekanis tergantung pada konsentrasi virus dalam sap, sumber inokulum, metode penyiapan inokulum, ketahanan virus terhadap sap, dan tanaman inang. Kondisi lingkungan sebelum dan sesudah inokulasi, seperti cahaya dan suhu juga mempengaruhi keberhasilan inokulasi. Daun yang terinfeksi virus umumnya memiliki kenampakan daun yang permukaannya halus, berbercak dan tidak berlubang(Pelczar, M.J. 2006).

Pada percobaan yang dilakukan, dari hasil inokulasi pada tanaman sansivera sehat, diperoleh gejala yang sama dengan sancivera sakit yang dianalisis. Setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop, juga didapat jamur yang sama dengan pengamatan pada sancivera sakit. Setelah biakan jamur direisolasi kemudian diamati di bawah mikroskop, hasilnya juga didapat jamur yang sama dengan hasil pengamatan pada asosiasi dan isolasi. Dengan demikian, dapat dikatakan jamur tersebutlah yang menyebabkan penyakit pada sansivera tersebut. Hasil analisis postulat koch tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan yang pertama kali meneliti penyebab penyakit anatraknosa pada sansivera di daerah florida.Jamur tersebut adalah Colletotrichum sansevieria yang dapat menyebabkan penyakit antraknosa pada tanaman sansivera(
Dwidjoseputro,
1994).
Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit(
Dwidjoseputro, 2003
).


Antraknosa Gloeosporium sp : Penyakit ini dicirikan dari jenis serangannya pada ujung cabai dan bisa menyerang pada cabai yang muda maupun yang sudah tua.
Kedua jenis Penyakit Antraknosa ini bisa menyerang sendiri-sendiri maupun bersamaan. Serangan penyakit tersebut biasanya akan meningkat saat kelembaban tinggi disertai suhu udara yang tinggi pula. Untuk mengendalikan Penyakit Antraknosa tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses pembibitan sampai penanaman.
Colletrotichum sp. menunjukkan gejala bercak cokelat kehitaman yang kemudian akan meluas menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang merupakan koloni cendawan. Sedangkan tanaman yang terserang patek atau antraknosa akibat infeksi cendawan Gloesperium sp.menunjukkan bercak cokelat dengan bintik-bintik berlekuk. Pada bagian tepi bintik-bintik tersebut berwarna kuning membesar dan memanjang. Jika kelembaban tinggi, cendawan akan membentuk lingkaran memusat atau konsentris berwarna merah jambu. Serangan pada buah cabai biasanya diawali dari bagian ujung buah yang mengakibatkan dieback atau mati ujung. Serangan berat akan menyebabkan buah kering dan keriput
Penyakit patek atau antraknosa merupakan penyakit utama cabe yang sangat ditakuti  oleh petani cabai. Serangan patek atau antraknosa ini mampu membuyarkan impian petani untuk memetik hasil yang besar, bahkan tidak jarang justru menimbulkan kerugian meskipun harga cabai sedang tinggi
(Semangun, 2000).
C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas. Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit. Cendawan yang menyerang daun dan batang tidak dapat menginfeksi buah. Cendawan dapat bertahan dalam sisa-sisa tanaman sakit. Pada musim kemarau pada lahan yang berdrainase baik perkembangan penyakit kurang(Soesanto, L. 2006).
Gejala penyakit keriting pada daun cabai Helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari virus gemini menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah(Semangun H. 2000).
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
1.      Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
2.      Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
3.      Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
4.      Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat(Semangun H. 2007).

Pengendalian
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah dan mengendalikan patogen ini antara lain :
1.      Melakukan upaya preventif dengan penggunaan benih tahan virus kuning, penggunaan benih yang tahan virus kuning akan meminimalisir serangan virus.
2.      Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang.
3.      Sanitasi lingkungan dilakukan sebersih dan serapi mungkin terutama pada rumput wedusan yang biasa digunaman sebagai pengganti inang virus kuning tersebut, karena kutu kebul tersebut paling senang terhadap rumput tersebut sebagai pengganti tanaman inang.
4.      Pengaturan jarak tanam dengan serapi mungkin dan tidak terlalu rapat, karena kutu kebul juga takut terhadap pemangsanya ditempat yang agak terbuka. Maka jarak tanam dapat diperlebar agar tajuk tanaman tersebut tidak bertumpuk-tumpukan.
5.      Meningkatkan stamina tanaman karena tanaman cabai tersebut juga melakukan perlawanan dengan virus tersebut
6.       Pemberian pagar pada tanaman
7.      Pemberian perangkap dengan menggunakan botol yang sudah diberi hormon perangsang.
8.      Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus, dengan pathogen Beauveria bassiana guna mengendalikan virus kuning. Hal ini dilakukan agar biaya dapat ditekan sekaligus sebagai efektifitas pengendalian OPT.
9.      Melakukan rotasi / pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan seluas mungkin.Jika tanaman sudah terinfeksi virus gemini (virus kuning) maka satu-satunya cara yaitu dilakukan dengan cara eradikasi atau pemusnahan. Tanaman terinfeksi dicabut dan dibakar atau dibuang pada tempat yang jauh dari pemukiman tanaman cabai(Semangun H. 2000).
Untuk mendukung keberhasilan usaha pencegahan dan pengendalian penyakit virus kuning pada tanaman cabai, diperlukan peran aktif para petani dalam mengamati / memantau kutu kebul dan pengendaliannya mulai dari pembibitan sampai di pertanaman agar diketahui lebih dini timbulnya gejala penyakit dan penyebarannya dapat dicegah(Talaro K.P.  1999).

Sansevieria merupakan salah satu tanaman hias yang bermanfaat. Salah satunya adalah mampu menyerap polutan yang ada. Tanaman ini diperbanyak secara konvensional menggunakan biji juga setek daun juga dapat menggunakan rimpang. Tanaman ini cukup mudah untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang cukup luas. Perbanyakan tanaman ini seara kultur jaringan mulai dibudidayakan(Pracaya, 2007).

Faktor dari lingkungan juga perlu diatur agar berada pada kondisi optimum bagi tumbuh tanaman yaitu kondisi terbaik bagi tanaman. Selain itu, dalam penyetekan diusahakan di lakukan pada waktu pagi hari yaitu bahan dari stek tersebut dalam keadaan atau kondisi turgid. Usaha tersebut di lakukan agar tingkat dari keberhasilan stek yang di lakukan bertambah tinggi.Lingkungan serta keadaan yang baik dari stek antara lain:
1.   Temperatur.
Tanaman stek berada pada kondisi optimum apabila  ditumbuhkan pada suhu 12°-27°C.
  1. Cahaya.
Durasi dari penyinaran serta intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman induk tergantung dari jenis  tanaman itu sendiri, sehingga tanaman induk seharusnya ditumbuhkan pada durasi serta intensitas cahaya yang sesuai.
3.   Kandungan Karbohidrat.
Upaya yang dapat di lakukan dalam  meningkatkan kandungan karbohidrat bahan stek yang masih ada pada tanaman induk, dapat  dilakukan pengeratan yang bertujuan untuk menghalangi translokasi dari karbohidrat. Pengeratan juga mempunyai fungsi untuk menghalangi translokasi hormon dan substansi lain yang  penting dalam proses  pengakaran, sehingga terjadi percampuran zat-zat tersebut pada bahan stek. Karbohidrat sendiri,biasa digunakan dalam pengakaran untuk membangun kompleks makromolekul, elemen struktural dan sebagai sumber energi(Pelczar, M.J. 2006).
Sanseviera memiliki keistimewaan yang jarang ditemukan pada tanamanlain, diantaranya mampu bertahan hidup pada rentang suhu dan cahaya yang luas. Sansevierajugasangat resisten terhadap gas udara yang berbahaya (polutan), bahkan mampumeyerap 107 jenis polutan di daerah yang padat lalu lintas dan di dalam ruanganyang penuh asap rokok. Hal inimerupakansalahsatudayafaktor yang menybabkansansevierabanyakdibudidayakanolehbnyak orang (Dwidjoseputro, 1994).
Faktor –faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan vegetatif yaitu bibit yang di gunakan, hormon yang ada dalam tanaman, suhu lingkungan, iklim, unsur hara yang ada dalam tanah, ketersediaan air, serta perlakuan dari manusia itu sendiri. Ciri-ciri keberhasilan dalam perbanyakan vegetatif yaitu tumbuhnya akar pada stek daun. Tumbuhnya akar serta tunas pada stek batang dan munculnya daun baru yang dapat berfotosintesis pada percobaan sambung pucuk. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perbanyakan vegetatif yaitu suhu dan ketersediaan air. Karena suhu yang optimum baik untuk pertumbuhan tanaman. Sedangkan air yang cukup mempengaruhi pada proses metabolisme. Jika air yang tersedia tidak mencukupi maka proses metabolisme pada tanaman akan terganggu. Khususnya pada tanaman yang baru akan tumbuh. Keberhasilan perbanyakan dengan cara vegetative yaitu ditandai dengan tumbuhnya akar pada tanaman baru(
Dwidjoseputro, 2003
).









IV.             KESIMPULAN

Dalam hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Metode postulat koch digunakan untuk mengidentifikasikan apakah penyakit yang menyerang tanaman adalah patogen yang sama
  2. Saat tahap inokulasi perkembangan patogen lebih cepat pada tanamn cabai  yang dilukai dibandingkan tidak dilukai
  3. Tanaman yang terserang virus dapat dikenali dengan adanya bercak berwarna putih atau kekuningan pada daun, serta daun dapat menjadi layu dan mengkerut.
  4. Teknik yang digunakan pada metode postulat koch ada empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi,reisolasi dan  inokulasi.
  5. Colletotrichum sansevieria merupakan patogen yang menyebabkan penyakit antraknosa pada sansivera
  6. Jamur dengan kondisi lembab dan dilukai permukaannya akan lebih cepat tumbuh.













                                          DAFTAR PUSTAKA


Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.  Jakarta.

Dwidjoseputro, 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan: Malang.

Pelczar, M.J. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press: Jakarta.

Pracaya, 2007. Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta.

Semangun, Haryono. 2007. Penyakit- penyakit Tanaman Hortikultura di
Indonesia. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Semangun H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah
Mada Univ Pr

Soesanto, L. 2006. Penyakit Pascapanen. Kanisius: Yogyakarta.

Talaro K.P.  1999.  Foundation Mikrobiologi third edition.  MC Graw Hill
            Company:Boston















     
LAMPIRAN

aftimar

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

Manual Categories