PENGENDALIAN
NABATI PENYAKIT TANAMAN
II.
PEMBUATAN EKSTRAK DAN SUSPENSI PESTISIDA NABATI UNTUK APLIKASI LAPANG
(Laporan Praktikum Pengendalian
Penyakit Tanaman)
Oleh
Aftimar Syafitri T.
1314121008
LABORATORIUM
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pada Praktikum kali ini
kita akan lebih menggenal pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan pestisida yang berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti
akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk,
antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan
hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan yang di ambil
ekstraknya.
Pestisida yang digunakan dari bahan nabati sebenarnya bukan
hal yang baru tetapi sudah lama digunakan secara turun menurun. Sejak pertanian
masih dilakukan secara tradisional, namun karena kurangnya takaran dan dosis
yang pas maka petani mencari pestisida yang lebih mudah pemakaian nya seperti
pestisida kimiawi karena sudah ada petunjuk dan langsung terlihat hasilnya
Oleh sebab itu, Pestisida nabati biasa dibuat dengan menggunakan cara yang sderhana oleh kelompok tani atau
petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat dengan cara sederhana.. Dapat
berupa larutan hasil perasan, rendaman yaitu ekstrak dan Apabila dibandingkan
dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan murah. Dan
pestisida nabati juga ramah lingkungan
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu :
1.
Mengetahui cara
pembuatan ekstrak dan suspensi pestisida nabati sebelum aplikasi di lapang
II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu sprayer, kantong plastic,
gelas beker, dan timbangan.
Kemudian bahan yang digunakan yaitu 50 ml ekstrak gulma siam, 16 gr detergen,
dan 500 ml air.
2.2
Prosedur
Kerja
Adapun langkah kerja dari praktikum ini yaitu :
1.
Dibuat ekstrak
gulma siam dengan 100 gr pucuk daun
gulma siam
2.
Dipotong kecil,
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik
3.
Ditambahkan air
500 ml
4.
Kemudian diamkan
selama 24 jam
5.
Disaring ekstrak
gulma siam
6.
Dimasukkan ke
dalam gelas beker 1000 ml
7.
Ditambahkan air
kembali sebanyak 500 ml
8.
Diaduk, dan dimasukkan ke dalam sprayer
9.
Disemprotkan pada daun yang terdapat uredospora jamur Hemileia vastatrix
10.
Diamati dengan
selang waktu 3 hari dan di foto
III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Pengamatan
Adapun hasil dari praktikum ini yaitu :
NO.
|
FOTO
|
KETERANGAN
|
1.
|
Sabtu, 9 Mei 2015
|
·
Bercak mengering
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
2.
|
·
Bercak mengering
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
|
3.
|
Senin, 11 Mei 2015
|
·
Bercak yang mengering meluas
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
4.
|
·
Bercak yang mengering meluas
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
|
5.
|
Rabu 13 Mei 2015
|
·
Bercak yang mengering meluas
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
6.
|
·
Bercak yang mengering meluas
·
Tidak terjadi perluasan bercak
|
3.2
Pembahasan
Praktikum yang sudah
dilakukan pembuatan ekstrak dan suspensi pestisida nabati dilakukan untuk
mengetahui mekanisme Chromolaena odorata terhadap
jamur Hemileia vastatrix. Pada pengamatan hari pertama Sabtu, 09 Mei 2015 belum
ada terlihat
adanya pengaruh dari penyemprotan suspensi gulma siam.
masih sama seperti sebelumnya
Pengamatan ke-2 :senin, 11 mei 2015 Pada daun yang banyak
terdapat spora Hemileia vastatrix, mulai
terlihat adanya perubahan
dimana spora dari Hemileia vastatrix yang
awalnya bercak-bercak berwarna kuning menjadi kuning-kecoklatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa spora-spora tersebut mulai berkurang, begitu
pula pada daun yang sedikit
terserang Hemileia
vastatrix. Dan
terdapat bintik-bintik putih pada spora Hemileia
vastatrix.
Pengamatan ke-3 : rabu, 13 mei 2015 Dimana sebagian spora dari Hemileia
vastatrix mati . Hal ini dapat dilihat dari spora yang awalnya bercak-bercak berwarna kuning kecoklatan berubah menjadi
berwarna coklat (bercak menjadi
menghitam). Baik pada daun yang terdapat banyak tanda
penyakitnya maupun sedikit
mengalami hal yang sama.
Chromolaena. odorata adalah gulma
siam yang masuk ke dalam golongan tumbuhan terna pemanjat semusim yang dapat
tumbuh dua sampai tiga meter pada tempat terbuka dan dapat mencapai dua puluh
meter apabila tumbuh memanjat pada pohon. Gulma ini dinyatakan sebagai gulma
penting karena jumlahnya atau kelimpahannya sangat besar (Hidayah, 2007).
Di samping berefek menghambat dan insektisidal, PAs juga
telah diketahui sebagai senyawa toksik yang bisa menyebabkan efek
karsinogenis dan kerusakan liver, yang reaksinya terjadi pada penelanan dosis
10-20 mg. Reaksinya bisa berupa pembesaran sel liver dan nukleinnya, gangguan
metabolisme sel liver yang menghasilkan gangguan fungsional, timbulnya daerah
kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis 10 mg atau kurang perhari bisa
menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada hati, liver, sistem pernafasan
jika digunakan sebagai obat (Hidayah, 2007).
Kirinyu (Chromolaena
odorata) adalah salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai larvasida
alami. Tumbuhan ini mengandung senyawa fenol, alkaloid, triterpenoid,
tanin,flavonoid (eupatorin) dan limonen. Kandungan tanin yang terdapat dalam
daun kirinyuh adalah 2,56% (Aditya,
dkk. 2010)
Beberapa penelitian
yang sudah kami lakukan menunjukkan bahwa kompos Gulma Siam mampu
(1) meningkatkan
biomassa tanaman, dan sekaligus
(2) menurunkan insiden
kerusakan atau kematian tanaman akibat serangan serangga (hama). Kompos ini
juga terbukti relatif aman terhadap beberapa organisme tanah, terutama
artropoda pengurai (dekomposer).
(3) pengelolaan
biomassa Gulma Siam yang efisien dan aman, dan
(4) memanfaatkan
potensi positif biomassa Gulma Siam sebagai bahan pembenah tanah(Sudarmo S. 2005).
Tanaman ini
mengandung senyawa metabolik sekunder yang mampu memberikan efek kronik pada
nematoda parasit (Radhopolus similis), dan beberapa jenis serangga
seperti rayap, Sitophilus zeamais, Prostephanus truncatus, Plutella
xylostella, Spodoptera litura, dan Spodoptera exigua (Haryati,
2004).
IV.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu :
1. Praktikum ini berhasil karena bercak semakin sedikit.
2. Kirinyu
(Chromolaena odorata) adalah salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
larvasida alami.
3. C. odorata adalah gulma siam yang
masuk ke dalam golongan tumbuhan terna pemanjat semusim
4. Perbandingan
suspense gulma siam dan air adalah 1:1
5. Tanaman C. odorata ini mengandung senyawa metabolik sekunder
DAFTAR PUSTAKA
Aditya,
R., Munandar, F., Valerina, Y., Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida Kimia pada Benih. Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Sumedang.
Haryati. 2004. Pemanfaatan
Ekstrak Gulma Siam Untuk Mengendalikan S.
Exigua Pada Pertanaman Bawang merah di Kretek Bantul. Program
Kreativitas
Mahasiswa. UGM.
Yogyakarta.
Hidayah, N. 2007.
Prospek Gulma Siam (Chromolaena
odorata) sebagai
Pengendali spodoptera litura pada Tanaman Tembakau. Diunduh dari
http://UGM.ac.id (16 Mei 2015).
Sudarmo
S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan
Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius.
LAMPIRAN
C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan
tumbuhan terna pemanjat semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada
tempat terbuka dan dapat mencapai dua puluh meter apabila tumbuh memanjat pada
pohon. Gulma ini dinyatakan sebagai gulma penting karena
jumlahnya/kelimpahannya sangat besar (Hidayah, 2007).
Tanaman ini mengandung senyawa metabolik
sekunder yang mampu memberikan efek kronik pada nematoda parasit (Radhopolus
similis), dan beberapa jenis serangga seperti rayap, Sitophilus
zeamais, Prostephanus truncatus, Plutellaxylostella, Spodoptera
litura, dan Spodoptera exigua (Haryati dkk, 2004).
Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati
telah dimulai pada beberapa hama antara lain pada ordo Lepidoptera, Coleoptera,
Hemiptera dan Isoptera. Variasi aktivitasnya bisa berupa efek insektisidal atau
repelen tergantung spesies hamanya. Adanya efek biocidal dari ekstrak C.
odorata diduga karena peran dari satu atau beberapa senyawa-senyawa
yang terkandung dalam C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil
ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas, khalkones, asam aromatik dan
minyak esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga dapat menimbulkan
efek pestisidal dan nematisidal. Ditemukan juga sejenis alkaloid yang oleh
Moder (2002) cit Haryati et al.,(2004) disebut
Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang dalam kaitannya dengan serangga, PAs ini
berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal. Selain itu secara umum
juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan senyawa tersebut
(PAs) dan sebagai alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai
peran yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa lain yang dikandung
oleh C. odorata, sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih
komprehensif dan maju.
Di samping berefek menghambat dan
insektisidal, PAs juga telah diketahui sebagai senyawa toksik yang
bisa menyebabkan efek karsinogenis dan kerusakan liver, yang reaksinya terjadi
pada penelanan dosis 10-20 mg. Reaksinya bisa berupa pembesaran sel liver dan
nukleinnya, gangguan metabolisme sel liver yang menghasilkan gangguan
fungsional, timbulnya daerah kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis 10
mg atau kurang perhari bisa menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada
hati, liver, sistem pernafasan jika digunakan sebagai obat (Hidayah,
2007).
Dalam kaitannya
sebagai bahan pestisida nabati, hubungan PAs dan serangga mendapat kajian yang
komprehensif, karena PAs ini ternyata tidak hanya bersifat merugikan herbivor
(manusia, ternak dan serangga), tapi juga dimanfaatkan oleh beberapa serangga
sebagai bagian yang penting dan menguntungkan selama siklus hidupnya,
diantaranya sebagai pelindung telur, pelindung beberapa serangga dari serangan
laba-laba predator, untuk modal kawin/menarik pasangannya dan lain-lain.
Fenomena ini disebut sebagai farmakopagi yaitu PAs digunakan sebagai sumber
nutrisi bagi serangga. Serangga farmakopagi didapati pada famili Danaidae di
Amerika Utara dan Ithomiidae di Amerika Selatan, Arctiidae dan Ctenuchidae
juga Tyria jacobea yang mengumpulkan PAs agar rasanya enak
bagi predator (Hidayah, 2007).
Aditya, R., Munandar, F., Valerina, Y.,
Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida Kimia pada Benih. Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Sumedang.
Deptan. 2006. Pengendali Organisme Pengganggu
Tanaman dengan Pestisida Nabati. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa
Tenggara Barat.
Haryati, S., dkk. 2004. Pemanfaatan Ekstrak
Gulma Siam Untuk Mengendalikan S. Exigua Pada Pertanaman
Bawang merah di Kretek Bantul. Program Kreativitas Mahasiswa. UGM.
Yogyakarta.
Hidayah, N. 2007. Prospek Gulma
Siam (Chromolaena odorata) sebagai Pengendali spodoptera litura pada
Tanaman Tembakau. Diunduh dari http://UGM.ac.id (14 Juni 2012).
Huda, S. 2003. Pengendali Hayati atau Bio
Pestisida Alami. Diunduh dari linksource: http://organikhijau.com/pengendali.php
(14 Juni 2012).
Rachmawaty, D dan Korlina, E. 2009.
Pemanfaatan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan
dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius.
Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis dan Budiman,
A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa sebagai Pestisida Nabati. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Wiwin, S., R. Murtiningsih, N.Gunaeni dan T.Rubiati,
2008. Tumbuhan Bahanm Pestisida Nabati dan cara pembuatannya untuk pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan. Diunduh dari http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php/Info-Aktual/MIMBA PESTISIDA-NABATI-RAMAHLINGKUNGAN.
html
Wowiling, J. 2003. Pestisida Nabati Mimba
(Azadirachta indica A. Juss) dalam Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Utara
0 comments:
Post a Comment